PAMEKASAN, MaduraPost – Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bayu Wardhana, menyoroti bahwa kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga melalui intimidasi dan tekanan ekonomi.
Menurutnya, banyak jurnalis yang akhirnya melakukan swasensor karena khawatir akan dampak yang lebih besar terhadap pekerjaan mereka.
“Ada ancaman tidak langsung berupa pembatasan kerja sama media dengan pemerintah atau swasta jika mereka menerbitkan berita yang dianggap sensitif,” kata Bayu dalam peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 di Jakarta, Kamis (20/2/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Karena itu, perlindungan terhadap jurnalis harus menjadi prioritas bersama agar kebebasan pers tetap terjaga,” tambahnya.
Laporan Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 merupakan hasil kerja sama Yayasan TIFA bersama Populix dalam program Jurnalisme Aman.
Program ini digagas oleh Yayasan TIFA, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), dan Human Rights Working Group (HRWG) dengan dukungan dari Kedutaan Besar Belanda.
Survei ini mengukur tingkat perlindungan jurnalis di Indonesia berdasarkan tiga pilar utama, yaitu Individu Jurnalis, Stakeholder Media, serta Peran Negara dan Regulasi.
Laporan ini mengungkap bahwa selain sensor dari pihak eksternal, banyak jurnalis yang secara sukarela melakukan swasensor untuk menghindari risiko, baik dalam bentuk tekanan politik, hukum, maupun ekonomi.
Hasil survei ini menjadi perhatian bagi berbagai pihak untuk memastikan kebebasan pers tetap terjaga dan jurnalis dapat bekerja tanpa rasa takut.***