PAMEKASAN, MaduraPost – Di tengah dinamika politik Indonesia, sosok Achmad Baidowi, yang akrab disapa Awiek, muncul sebagai salah satu tokoh penting dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Senayan.
Namun, perjalanan hidupnya tidak dimulai dari gedung megah parlemen, melainkan dari sebuah desa sederhana di Banyuwangi, Jawa Timur.
Lahir pada 13 April 1980 dari pasangan Durahim dan Ramna, kehidupan Awiek berubah ketika ia diambil sebagai anak asuh oleh pamannya, H. Amirudin, dan bibinya, Hj. Noersaedah.
Di bawah asuhan mereka, Awiek tumbuh di lingkungan religius yang kental. Ayah angkatnya, H. Amirudin, dikenal sebagai guru ngaji, imam masjid, dan aktivis Nahdlatul Ulama (NU) di tingkat ranting di Dusun Tegalgondo, Desa Kajarharjo, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi.
Lingkungan ini memberikan fondasi kuat bagi Awiek dalam memahami nilai-nilai agama dan sosial, yang kemudian membentuk kepribadiannya sebagai pemimpin masa depan.
Pendidikan awal Awiek ditempuh di Kalibaru, mulai dari SDN I Tegalharjo II hingga SMPN I Kalibaru. Namun, jejak karirnya sebagai seorang pemimpin mulai terbentuk ketika ia melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar, Pamekasan.
Di sinilah Awiek mulai dikenal luas, bukan hanya sebagai santri, tetapi juga sebagai sosok yang aktif dalam organisasi alumni pesantren, menjadikannya panutan bagi generasi muda di Madura. Loyalitas dan komitmennya terhadap komunitas pesantren tidak perlu diragukan.
Sebagai alumni, ia terus terlibat dalam berbagai kegiatan, menunjukkan perannya yang signifikan dalam membangun jaringan yang solid di antara sesama alumni.
Setelah menamatkan pendidikan di pesantren, Awiek melanjutkan studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengambil jurusan Sosiologi Agama.
Latar belakang pendidikan ini memperkaya wawasannya, memadukan pengetahuan agama dengan perspektif sosial yang luas.
Karier Awiek tidak berhenti di dunia akademik. Selepas lulus S1, ia terjun ke dunia jurnalistik, bekerja sebagai wartawan di Koran SINDO.
Selama hampir tujuh tahun, ia meniti karier hingga menjadi Redaktur. Pengalaman jurnalistiknya mencakup berbagai wilayah, termasuk Madura, dan bahkan meliput berita di Malaysia dan Korea Selatan.
Dunia jurnalistik mengasah kemampuannya dalam mengolah informasi dan memahami dinamika sosial-politik, yang kelak sangat berguna ketika ia terjun ke dunia politik.
Pada tahun 2011, Awiek mulai menapaki jalur politik secara lebih serius dengan bergabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ia dipercaya menjadi Ketua Departemen Hubungan Media DPP PPP, sebuah posisi yang menghubungkannya langsung dengan jantung komunikasi politik partai.
Keterlibatannya semakin mendalam ketika ia menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi.
Karir politiknya mencapai puncak ketika pada 28 Juli 2016, Awiek dilantik menjadi anggota DPR RI melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW), menggantikan Fanny Syafriansyah alias Ivan Haz yang tersandung kasus hukum.
Sebagai wakil rakyat dari Dapil Jawa Timur XI yang mencakup Pulau Madura, Awiek membawa harapan dan aspirasi masyarakat Madura ke Senayan.
Namun, di balik pencapaiannya yang gemilang, Awiek tetap dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan dekat dengan akar rumput.
Latar belakangnya sebagai santri dan aktivis NU memberikan warna tersendiri dalam kiprahnya di dunia politik. Di Madura, nama Awiek tidak hanya dikenal sebagai politikus, tetapi juga sebagai figur yang setia mengabdi dan mendukung kemajuan komunitas pesantren.
Perjalanan hidup Awiek, dari santri hingga politikus Senayan, adalah bukti bahwa latar belakang sederhana dan pendidikan religius bisa menjadi pondasi kuat untuk meraih sukses di panggung nasional.
Di usia yang relatif muda, Awiek telah menunjukkan bahwa dengan komitmen, kerja keras, dan kepedulian sosial, seseorang bisa membuat perubahan yang signifikan bagi masyarakat luas.***