PAMEKASAN, MaduraPost – Pemilik kafe ‘The Biddhank’ di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Moh. Jailani, memprotes kebijakan sikap Pemkab Pamekasan, lantaran menolak surat permohonan izin sewa tempat yang diajukan.
Penolakan tersebut dinilai politis, sebab tempat yang hendak ingin dipakai berada di bahu jalan di sekitar halaman rumah dinas pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Jalan Ponorogo, Kelurahan Lawangan Daja, Kecamatan Pademawu.
Pantauan MaduraPost, tempat yang ingin dipakai itu sudah dipasangi material galvalum berukuran 3 x 6 meter. Tempat tersebut merupakan aset tanah milik Dinas Kesehatan (Dinkes) dengan luas 250 meter. Berdasarkan informasi yang beredar, pejabat yang menempati itu adalah Plt PUPR Cahya Wibawa.
“Sebelum melayangkan surat izin, kami sudah berkoordinasi dengan Dinkes dan PUPR. Mereka sepakat memberi ruang agar tempat ini bisa disewakan,” kata Jailani kepada MaduraPost, Sabtu (25/1).
Koordinasi yang disampaikan kepada Dinkes dan PUPR membuahkan hasil kesepakatan yakni untuk menumbuhkan minat usaha masyarakat. Akan tetapi, pergeseran jabatan Plt PUPR kali ke dua, sedikit menghambat jalannya perizinan.
Waktu itu, Jailani meminta izin ke Plt PUPR yang dijabat Muharram. Namun setelah dijabat Cahya Wibawa, surat izin kafe itu ditolak. Balasan surat yang dilayangkan bernada pelanggaran dengan menyisipkan beberapa pasal tentang penggunaan bahu jalan.
“Ini tidak fair? Banyak bangunan-bangunan yang menduduki badan dan saluran jalan, tetapi kenapa mereka tidak mendapatkan perlakuan sama,” bantah dia.
Dari itu, Jailani menuding Cahya mengeluarkan keputusan sepihak, tanpa meminta pertimbangan kepada Dinkes dan Plt PUPR sebelumnya. Karena penolakan surat yang dikeluarkannya sama sekali tidak memberi toleransi dengan tudingan hanya karena halaman di luar pagarnya dijadikan tempat kafe.
Surat yang dilayangkan Dinas PUPR tersebut ditandatangani Plt Cahya Wibawa dengan nomor surat 650/141/432.303/2020. Isi surat menjelaskan, tidak memberikan izin atau rekomendasi karena memanfaatkan bahu jalan.
Penolakan Cahya bersandar pada Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, yakni setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggu fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan.
“Itu sudah berdasarkan aturan yang berlaku. Memang tidak boleh mendirikan atau menggunakan bahu jalan,” kata Cahya.
Persoalan komunikasi atau koordinasi yang pernah dibangun pemilik kafe dengan Plt PUPR Muharram dan Dinkes itu bukan wewenangnya. Pihaknya menolak pendirian bangunan kafe karena di Jalan Ponorogo tersebut menjadi bagian pengawasannya.
“Kita sudah berbicara dengan staf yang di bawah. Ada bidang yang menangani di bagian ini. Jadi informasinya kita juga dari bawah,” paparnya.
Cahya membantah jika pihaknya dinilai tidak menindak bangunan usaha yang berada di bahu jalan di jalan lain. Dalam catatannya, banyak usaha yang sudah diperlakukan sama, selama itu melanggar aturan.
“Sebelum-sebelumnya surat penolakan sudah banyak kami layakan kepada pemilik usaha, seperti Kafe Pujasera dan Putri,” tuturnya.
Cahya tidak akan mengelak jika pemilik Kafe The Biddhank akan melayangkan surat balasan, pihaknya tetap mempersilakan. Akan tetapi, ia menyarankan bagi pemilik usaha agar tidak menggunakan bahu jalan, sebab hal tersebut melanggar aturan. (mp/red/rus)