PAMEKASAN, MaduraPost – Syaikhona Kholil Bangkalan merupakan seorang mahaguru ulama dan kiai musantara yang kharismatik. Ia lahir pada 9 Shafar 1252 H atau 25 Mei 1835 M dari pasangan KH. Abdul Lathif dan Syarifah Khodijah.
Gelar “Syaikhona” yang bermakna “guru kami” disematkan padanya karena banyak muridnya yang menjadi ulama besar.
Salah satu prestasi terbesar Syaikhona Kholil adalah memiliki murid-murid terkenal seperti KH Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama, Abdul Wahab Chasbullah, dan KH R As’ad Syamsul Arifin, yang semuanya dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Lebih dari 500 ribu orang di Indonesia pernah berguru kepadanya, menjadikannya “Pintu Gerbang” para santri yang kemudian menyebarkan ilmunya ke seluruh penjuru tanah air.
Dalam mendidik santrinya, Syaikhona Kholil dikenal dengan sikap kekerasannya, tetapi kekerasan tersebut hanya sebagai sarana untuk membentuk para santrinya menjadi tokoh yang bisa dibanggakan banyak orang.
Selain itu, kharismanya juga terpancar dalam literatur yang beredar, dimana seringkali kejadian aneh dan luar biasa terjadi ketika santrinya mengamalkan ajaran beliau.
Meskipun menghadapi banyak keterbatasan, terutama dalam pendidikan, Syaikhona Kholil bersungguh-sungguh menimba ilmu dari guru-guru di Madura hingga ke Mekkah.
Bahkan, ketika hendak menimba ilmu ke Makkah, beliau mandiri dengan menjadi tukang petik pohon kelapa, tanpa meminta ongkos kepada orang tuanya.
Karya-karya Syaikhona Kholil juga menjadi warisan berharga bagi umat Islam. Sekitar 33 manuskrip kitab karangannya berhasil dilacak, dan 8 di antaranya berhasil ditulis ulang dan diterbitkan dalam cetakan baru.
Latar belakang keturunannya yang memiliki hubungan “darah-nasab” akademis dengan Sunan Gunung Jati dari Jawa Barat juga menjadi bagian penting dari sejarah keluarganya.
Wafatnya Syaikhona Kholil di Martajasah Bangkalan pada Kamis, 29 Ramadhan 1343 H atau 23 April 1925 M, tidak menghalangi umat Islam dari berbagai penjuru Indonesia untuk terus ziarah ke makamnya.
Di pesarean Mbah Kholil, yang berada di sisi kanan masjid, mereka bertawasul dan berdoa, mengenang jasa-jasa dan ilmu yang telah beliau wariskan.***






