SUMENEP, MaduraPost – Warga Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kembali geram terhadap Unit Layanan Pelanggan Perusahaan Listrik Negara (ULP PLN). Warga kembali mengeluh dan merasa dirugikan atas tagihan listrik yang terus membengkak meski sudah tidak digunakan. Minggu, 6 Februari 2022.
Hal ini dialami Hosnan (50), warga Dusun Pandian, Desa Lombang Kecamatan Batang-Batang. Di rumahnya, Hosnan memiliki dua kWh meter dengan atas nama yang berbeda, yakni kWh meter non voucher (kWh meter lama) dan kWh meter voucher (kWh meter baru).
“kWh meter non voucher atas nama mertua saya, Mattalwi,” kata Hosnan pada MaduraPost, Minggu (6/2).
Pihaknya menjelaskan, sejak bulan Juli tahun 2021 lalu, kWh meter milik mertuanya itu sudah tidak digunakan lagi, sebab ia telah membeli kWh meter baru, yaitu kWh meter voucher (450 volt) atas namanya sendiri.
Pada saat pemasangan kWh meter yang baru, pihaknya meminta petugas PLN untuk mencabut kWh meter milik mertuanya itu.
Bukannya dicabut, kWh meter lama itu justru diganti dengan kWh meter voucher 900 volt oleh petugas PLN.
Alhasil, di rumahnya tetap memiliki dua kWh meter, yaitu kWh meter 450 volt yang atas namanya sendiri dan kWh meter 900 volt atas nama mertuanya.
“Saya tidak mengerti kenapa kWh meter atas nama mertua saya itu masih diganti, kalau sudah tidak digunakan kan mestinya dicabut, toh saya sudah pasang yang baru,” kata dia menjelaskan.
Kekecewaan Hosnan terhadap layanan PLN tak berhenti sampai disitu, pasca pemasangan kWh meter yang baru dipakai, selain membeli token listrik di kWh meter 450 volt, dirinya juga harus membayar tagihan listrik PLN di kWh meter yang lama (milik mertuanya yang sudah tidak digunakan). Bahkan, tagihannya sangat membengkak.
Terhitung, sejak bulan November 2021 muncul tagihan sebesar Rp 120.540, di bulan Desember Rp 65.448 dan di Januari tahun ini tagihannya mencapai Rp 288.336. Total Rp 474. 324.
“Jadi, kondisinya tidak bisa isi token listrik di kWh meter yang atas nama saya, kecuali bayar terlibih dahulu, saat mau diisi tetiba muncul pemberitahuan nomor kWh meter saya telah diblokir,” kata dia bercerita.
“Saat menghubungi layanan 123 PLN, saya juga tidak mendapat penjelasan, hanya saja usai menghubungi 123, ada petugas PLN yang datang ke rumah saya, saat ini kondisi listrik di rumah sudah nyala kembali karena tagihan listrik kWh meter yang lama sudah saya bayar separuh,” kata dia menambahkan.
Menurutnya, untuk dapat mengisi token listrik secara permanen tanpa terblokir, petugas PLN memintanya agar segara melunasi tagihan listrik kWh meter 900 yang sudah tidak digunakan itu.
“Padahal sudah sudah tidak digunakan, tapi tetap saja muncul tagihan tiap bulan, jadi selama 3 bulan, saya itu meusti bayar tagihan listrik yang lama agar bisa isi token kWh yang baru,” kata dia heran.
Sementara itu petugas Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ PLN) wilayah Dungkek Dadang Imawan mengaku, dirinya tidak tahu menahu tentang kondisi tagihan listrik milik Hosnan yang membengkak itu. Pihaknya malah mengaku, hanya ditugaskan memberikan pelayanan teknis kepada pelanggan.
“Saya tidak tahu pak, kenapa tetap muncul tagihan meski sudah tidak digunakan, saya hanya bagian teknik, untuk keluhan bisa disampaikan langsung ke kantor pusat di Sumenep,” kata dia.
Hingga berita ini dinaikkan, belum ada keterangan resmi dari PLN cabang Sumenep atas peristiwa yang merugikan warga tersebut.






