PAMEKASAN, MaduraPost – Di balik keruwetan kasus hukum yang meresahkan, tersembunyi kisah seorang nenek yang tak sengaja terjerat dalam lingkaran ketidakadilan.
Ia adalah Bahriyah (61), seorang nenek di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, mendapati dirinya menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah yang sebelumnya jadi polemik berkepanjangan di tangan para ahli waris keluarga.
Namun, di balik tuduhan yang menghimpit, terkuaklah kisah pahit tentang bagaimana seorang nenek menjadi korban dalam belitan masalah hukum yang tak kunjung selesai.
Kronologi kasus ini dimulai ketika Polres Pamekasan menerima Laporan Polisi pada tanggal 30 Agustus 2022, yang menandai awal dari perjalanan pahit Bahriyah.
Penyelidikan yang dilakukan oleh pihak berwajib membawa Bahriyah dan mantan Lurah Gladak Anyar, Syarif Usman, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Namun, dibalik lembaran hukum yang kaku, terselip kisah yang tak terungkap. Bahriyah, seorang nenek yang menjalani masa tua dengan segenap keterbatasannya, mendapati dirinya terjerat dalam permainan hukum yang tak pernah ia bayangkan.
Sertifikat tanah yang menjadi pusat perhatian hukum sebenarnya adalah bagian dari warisan yang ditinggalkan oleh almarhum H. Fatollah Anwar, suaminya.
Pada awalnya, sertifikat hak milik (SHM) atas nama almarhum berukuran 1.805 m² diterbitkan pada tahun 1999, sebagai bukti warisan dari orang tua Bahriyah.
Namun, ketika pemeriksaan dilakukan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan, terungkaplah bahwa sebagian luas dari SHM tersebut telah beralih ke tangan Bahriyah.
Perubahan ini terjadi pada tahun 2017, ketika sebuah sertifikat baru diterbitkan dengan luas 2.813 m².
Namun, di balik tuduhan pemalsuan yang menggantung, Bahriyah terperangkap dalam jaringan ketidakadilan.
Sebuah permainan surat menyurat yang tak pernah ia pahami menjadi alasan di balik jeratan hukum yang membelenggu.
Baginya, sertifikat tanah tersebut hanyalah bukti dari warisan yang diwariskan oleh almarhum suaminya, bukanlah sebuah alat untuk menipu atau melakukan kejahatan.
Kisah Bahriyah menjadi cermin bagi segenap perjuangan para individu yang tanpa sengaja terjerat dalam lingkaran ketidakadilan.
Di balik kode hukum yang dingin, tersembunyi cerita-cerita nyata tentang bagaimana seorang nenek menjadi korban dalam permainan hukum yang tak berpihak.
Dan sementara proses hukum terus berjalan, Bahriyah menanti keadilan yang mungkin saja tak pernah datang.***