SOROTAN, MaduraPost – Gerombolan anak-anak datang silih berganti dari rumah ke rumah untuk bersalaman dan memohon maaf.
Mereka membawa kresek besar yang digunakan sebagai tempat jajanan dari tuan rumah. Terlihat juga ada selipan dompet kecil yang berisi sejumlah uang receh ribuan
Iringan tawa mereka adalah musik selain ucapan kata maaf yang terlontar saat mendatangi rumah-rumah tersebut.
Sya’ban menjadi momentum bagi mereka untuk merayakan kemenangan dengan cara sederhana.
Fenomena pada malam Nisfu Sya’ban tersebut sudah menjadi tradisi di kampung-kampung dan masyarakat pinggiran kota. Seusai sholat isya’ mereka langsung berkumpul untuk silaturrahmi.
Ada hal yang menarik, bagaimana saya melihat kejadian itu sebagai sesuatu yang tiba-tiba membuat memori kenangan masa kecil kembali terulang. Menandakan masa yang begitu jauh terpaut.
Tanda itu adalah jajan, ketika anak saya memperlihatkan aneka macam jajanan yang ia dapatkan dari rumah tetangga, memori masa kecil seketika bercerita, mengungkap bahwa dulu jenis jajan yang saya dapatkan berbeda.
Bagaimana saya menceritakan bahwa dulu saat saya masih kecil ada jenis jajanan tertentu yang paling banyak didapat, namannya adalah jajan anu, misalnya.
Kemudian disertai dengan penjelasan mengenai rasanya hingga kebiasaan yang selalu dilakukan oleh anak-anak jaman dulu saat malam Nisfu Sya’ban.
Tradisi silaturrahmi yang dilakukan anak-anak sekarang menjadi guru alam terbaik yang bersumber dari pengalaman.
Bagaimana mereka secara tidak sadar mengamalkan tindakan sosial tanpa aba-aba, tanpa harus disuruh.
Malam Nisfu Sya’ban menjadi malam kemerdekaan bagi mereka untuk melakukan aksi yang sudah mereka tahu dari kakak-kakaknya.
Meskipun mereka belum paham apa itu pentingnya silaturrahmi dan bagaimana menjalin tali persaudaraan.
Namun, tradisi mengunjungi rumah ke rumah pada malam Nisfu Sya’ban merupakan aplikasi dari nilai-nilai tersebut.
Efeknya adalah tetangga (sebagai tuan rumah) menjadi tahu dengan bertanya:
“Eh ini anaknya siapa?”.
“Oh ternyata sudah besar anaknya si anu”.
Lain dari hal tersebut, perayaan Nisfu Sya’ban juga mengajarkan anak-anak bagaimana pentingnya interaksi dengan sesama.
Hari ini, dalam satu kampung menjadi wajar jika ada yang tidak tahu antar tetangga.
Kenyataan tersebut didukung oleh beberapa fakta bahwa anak jaman sekarang lebih banyak bermain gadget daripada bermain diluar rumah dengan teman.
Selain di sekolah, jarang ditemui anak-anak yang bermain Bantengan, gundu, layangan dan sebagainya. bukan tidak ada, tapi jarang.
Momentum “gerilya” pada malam Nisfu Sya’ban bisa jadi ajang pertemuan mereka yang selama ini tidak suka bermain diluar rumah. Alhasil, pertemuan antar kelompok gerilya tersebut bisa saling tukar sapa.***
Penulis: Amin Bashiri