PAMEKASAN, MaduraPost – Musibah dan hiruk pikuk kehidupan masyarakat akibat pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan dan sudah ribuan jiwa korbannya diberbagai penjuru negeri ini ternyata kian menimbulkan berbagai polemik di tengah-tengah masyarakat.
Bahkan, usaha atau cara yang dilakukan oleh Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat khususnya di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur dalam menanggulangi wabah tersebut oleh sebagian orang dianggap sebuah kekonyolan yang riskan.
Parahnya lagi, anggapan itu tidak hanya disampaikannya di tempat-tempat umum, tapi juga yang disampaikannya lewat Media Sosial (Medsos), seperti WhatsApp dan Facebook.
Seperti yang disampaikan lewat postingan Facebook dari seorang warga Pamekasan yang akun Facebooknya bernama Thariq Aziz Jayana. Dalam postingannya itu ia menyatakan kalau dirinya sangat menyayangkan terhadap apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh di tengah wabah seperti sekarang yang masih sempat-sempatnya mempertontonkan kekonyolan yang riskan dengan melakukan pawai obor sambil membaca burdah.
“Mungkin itu bagus jika dilakukan diluar masa wabah, tapi kalau masa pandemi? Bagi saya, hal itu adalah kekonyolan dan kebodohan yang membaca resiko besar,” ungkap Thariq Aziz Jayana dalam postingan Facebooknya pada tanggal 8 Juli 2021 yang lalu.
Sayangnya lagi lanjut dia, Inspirator kegiatan itu adalah tokoh-tokoh agama setempat. Mereka menggiring masyarakat dengan dalih keagamaan seolah Corona itu tidak ada, yang ada hanyalah penyakit tha’on, kata dia, yang diekspresikan sebagai ulah jin/setan atau penyakit supranatural.
“Saya mendengar sendiri seorang ustadz di Pamekasan, sungguh sangat disayangkan adanya penggiringan persepsi semacam itu,” lanjutnya.
Ia juga menyebutkan, untuk mengusir tha’on maka harus dilakukan ritual-ritual yang salah satunya pawai obor.
“Aduhhh…ini jelas pembodohan,” sebutnya.
Kemudian dalam postingannya itu, nama akun Facebook Thariq Aziz Jayana mengajak agar sadar, karena sebut dia, banyak orang meninggal akhir-akhir ini bukan karena kerasukan jin atau setan.
“Mereka meninggal dengan keluhan yang sama, corak yang sama, dan sebab yang sama pula. Tolong jauhi kerumunan,” pungkasnya.
Namun, postingan nama akun Facebook Thariq Aziz Jayana itu dapat tanggapan dari nama akun Facebook Ndi Ajalah, di kolom komentarnya (akun Facebook Thariq Aziz Jayana, red) Ndi Ajalah mengatakan, kalau burdah itu merupakan kumpulan beberapa bait yang berisi solawat kepada Rasullah Saw. Sedangkan membaca solawat sebut dia adalah dianjurkan oleh agama.
“Baca di
google. Tradisi pembacaan burdah
mengelilingi kampung atau rumah-rumah
merupaka anjuran beberapa kiai di masa
lalu, dengan tawassul kepada Rasulallah Saw,
(baca bab tawasul kepada nabi),” katanya.
Sementara itu, di kolom komentar postingan yang sama, malah nama akun Facebook An-Nur Al-Khutamy mengatakan, sejak Covid – 19 merajalela di Indonesia yang sudah hampir dua tahun gak ada tuh Pasar, Mall dan Bank ditutup. Bank ditutup tapi hari sabtu dan ahad sebut dia, kalau Pasar dan Mall tetap setiap hari yang buka.
“Nah ini baca burdah keliling hanya beberapa hari saja sudah dikritik dibilang pembodohan lah, konyollah,” tukasnya.
Emang sih gak ada anjuran oleh Ulama terdahulu untuk baca burdah berkerumun papar dia. Tapi kan tidak ada salahnya pembacaan burdah secara berjemaah sebut dia, karena kalau berdoa secara berjemaah (berkerumun) itu apabila yang satu tidak diterima doanya bisa jadi yang lain yang keterima doanya sehingga yang banyak juga kebagian.
“Keyakinannya kan gitu kiai-kiai kita (bukan kiai elu). Kita mengandalkan kekuatan doa. Wabah itu datangnya dari Allah. Ya kita kembalikan pada Allah,” paparnya.