PAMEKASAN, MaduraPost – Aktivis Sosial di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Ahmad Homaidi mendesak aparat kepolisian untuk turun tangan mengusut dugaan kasus kecurangan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Desa Tagangser Laok, Kecamatan Waru.
Homaidi tidak habis pikir pemerintah setempat, mulai dari tenaga kerja sosial kecamatan (TKSK), Camat, hingga Dinas Sosial, hanya berpangku tangan tanpa sikap tindakan. Padahal agen di bawah kendali kepala desa, merupakan sebuah pelanggaran.
“Kami meminta polisi agar turun tangan mengatasi masalah ini, atau kami bantu warga untuk mengeluarkan petisi berupa tanda tangan dengan perihal mosi tidak percaya kepada kepala desa,” kata Homaidi kepada MaduraPost, Sabtu (4/9).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyadari belakangan pihaknya mendapatkan informasi kurang enak seputar bantuan sosial di wilayah pantura. Setelah ditelusuri ternyata kepala desa menjadi bagian bahkan mengendalikan agen. Parahnya, indikasi kecurangan tersebut tidak ada yang menindak.
DPRD Pamekasan sudah menyikapi polemik bantuan sosial berupa BPNT di Tagangser Laok, yang akhir-akhir ini terkesan buruk. Penyebabnya agen hanya dijadikan boneka oleh pemerintah desa setempat di bawah kendali kepala desa.
“Kami akan dalami persoalan ini, kalau benar faktanya seperti itu (agen formalitas) pasti akan kami tindak lanjuti. Kami akan memangil pihak terkait baik Dinsos atau Bank BNI. Jika realitnya seperti itu, jelas itu sudah menyalahi aturan,” kata Ketua Komisi IV DPRD Pamekasan Mohammad Sahur.
Sementara Politisi PPP itu tidak bisa mengurai panjang lebar polemik tersebut. Akan tetapi ia berjanji akan mendalami hal tersebut dengan mencari informasi dan fakta sebenarnya.
Sebelumnya, hingga saat ini Baik Dinsos atau Bank BNI bisa diangap belum ada keberpihakan terhadap warga miskin penerima Bansos. Sebab memasuki pada bulan kedua ini, agen masih tetap menjadi penyalur bantuan.
Pasalnya, dua agen penyalur BPNT binaan Bank BNI di Desa Tagangser Laok diduga dikendalikan oleh kades setempat. Sebagaimana pengakuan di antara agen itu.
“Setiap bulan kades yang mengirim sembako ke untuk di salurkan ke KPM, jadi apa yang telah dikirim ke sini, kami salurkan,” kata salah satu agen BPNT.
Selain itu dalam penyaluran tersebut kelaurga penerima mamfaat (KPM) diduga juga dirugikan. Pasalnya KPM hanya diberikan beras tidak jelas merknya seberat 15 kg dan telur 15 butir, hal itu sangat tidak sesuai dengan nominal uang Rp200 yang ada buku tabungan KPM.