SUMENEP, MaduraPost – Dugaan praktik tidak transparan dalam pengelolaan Dana Desa di Desa Lebeng Timur, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kembali menjadi sorotan publik.
Inspektorat Sumenep pun memberikan respons atas tudingan yang mengarah kepada pemerintahan desa tersebut.
Sebelumnya, Pemerintah Desa Lebeng Timur disorot karena diduga tidak terbuka dalam menyampaikan informasi penggunaan anggaran desa kepada masyarakat.
Hal ini dinilai bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Dafid Qurrahman, seorang aktivis mahasiswa dari Sumenep yang tergabung dalam berbagai organisasi termasuk Fakta Foundation, menyampaikan bahwa pemerintah desa menunjukkan sikap yang tidak responsif terhadap keterbukaan anggaran.
“Tindakan tersebut jelas tidak sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang menuntut transparansi dan akuntabilitas,” ujar Dafid belum lama ini, Sabtu (20/6).
Menanggapi hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Inspektorat Sumenep, Nurul Jamil, menyatakan kesiapannya untuk mengambil langkah jika ditemukan pelanggaran yang dilaporkan masyarakat disertai dengan bukti yang valid.
“Apabila memang terdapat penyimpangan serta tidak ada keterbukaan informasi sebagaimana dikeluhkan masyarakat, kami akan melakukan pemeriksaan di lapangan sesuai dengan mekanisme yang berlaku,” jelas Jamil saat dikonfirmasi pewarta.
Ia menegaskan, bahwa pemerintah desa wajib menjalankan pengelolaan Dana Desa secara disiplin dan terbuka, sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya.
“Kami mengimbau agar desa menjalankan penggunaan Dana Desa dengan tertib. Jangan sampai terjadi penyimpangan karena hal itu akan merugikan masyarakat,” ujarnya lebih lanjut.
Menurut Jamil, tugas utama Inspektorat adalah melakukan pembinaan sekaligus pengawasan atas pengelolaan anggaran, termasuk Dana Desa, dari tahap perencanaan hingga pelaporan.
Terkait dugaan pelanggaran UU KIP, Nurul menjelaskan bahwa seluruh aparatur desa semestinya telah memahami aturan hukum tersebut. Ia menekankan pentingnya publikasi informasi seperti papan realisasi APBDes di kantor desa.
“UU Nomor 14 Tahun 2008 sudah jelas mengatur soal keterbukaan informasi publik. Saya kira semua desa sudah mengetahui dan memahami kewajiban itu, termasuk memasang informasi realisasi anggaran di balai desa,” katanya.
Ia juga menambahkan, bahwa Inspektorat memiliki jadwal pengawasan rutin tahunan, di mana desa-desa tertentu dijadikan sampel audit. Desa Lebeng Timur sendiri pernah diaudit secara rutin pada tahun-tahun sebelumnya.
“Kami lakukan pengawasan secara reguler melalui program tahunan. Desa Lebeng Timur pernah kami audit dalam pengawasan rutin, tapi tahun ini belum ada pemeriksaan lebih lanjut,” jelas Nurul.
Dalam menangani laporan masyarakat, Jamil menegaskan, bahwa pihaknya harus bekerja berdasarkan prosedur yang jelas. Setiap laporan harus disertai bukti kuat agar bisa ditindaklanjuti secara resmi.
“Pengaduan masyarakat mengenai Dana Desa tetap kami proses sesuai prosedur. Kalau hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kerugian negara, maka wajib dilakukan pengembalian dan ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan, bahwa pembinaan dan pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab Inspektorat, melainkan juga dibantu oleh pemerintah kecamatan serta OPD terkait seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).
Namun begitu, Jamil memberi catatan bahwa informasi yang beredar melalui media belum cukup kuat untuk menjadi dasar tindakan hukum, meskipun akan tetap dipantau dan menjadi bahan evaluasi.
“Kami tidak bisa menjadikan informasi dari media sebagai dasar penindakan. Tapi informasi itu tetap kami cermati dan kami jadikan pengingat bagi desa agar tetap taat terhadap aturan,” pungkas Jamil.***






