PAMEKASAN, MaduraPost – DPRD Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, mengkritik kebijakan MAN 1 Pamekasan mengambil infak toilet sekolah demi menjaga kedisiplinan siswa terhadap kebersihan.
“Sekolah ini kan sudah ada BOS (bantuan operasional sekolah). Dari ini tentu pemerintah sangat bertanggung jawab dengan keberlangsungan aktivitas belajar mengajar siswa,” kata Wakil Ketua DPRD Pamekasan Khairul Umam, Senin (25/9/23).
Menurut Politisi PKB ini, lembaga sekolah manapun dinilai kurang tepat jika fasilitas dan sarana prasarana sekolah seperti kamar mandi dan toilet diterapkan infak tarif atau pungut biaya.
“Pantas tidak kalau sekolah memberlakukan toilet berbayar kepada siswa. Kalau ini masih terjadi, manajemen pendidikan akan menjadi polemik baru di masyarakat,” tanyanya.
Lebih lanjut Umam menyampaikan, jika sekolah kesal dengan perilaku siswa karena masalah kebersihan, mestinya bukan siswa sekolah yang disanksi.
“Bukan lantas siswa yang dipungut biaya, setidaknya sekolah bisa mengangkat pegawai baru,” ungkapnya.
Kepala Kemenag Pamekasan Mawardi justru tidak melarang MAN 1 Pamekasan menerapkan kebijakan ambil infak toilet sekolah demi menjaga kedisiplinan siswa.
Menurut Mawardi, lembaga madrasah tidak masalah menerapkan toilet berbayar untuk berinfak. Sebab selama kebijakan ini bisa diterima semua pihak, termasuk komite, pengelola dan siswa sekolah, pihaknya mempersilakan.
“Selama itu atas dasar musyawarah dan disepakati untuk mendisiplinkan siswa, monggo terserah lembaga,” kata Mawardi, Minggu (24/9/23).
Mawardi enggan mengomentari soal dana BOS demi penunjang sarana prasarana sekolah. Ia justru mengutamakan kebijakan internal sekolah sekalipun untuk membuat siswa disiplin.
Pasalnya MAN 1 Pamekasan pada tahun 2018 diketahui memberlakukan tarif toilet sekolah Rp500. Hal ini terungkap setelah salah seorang guru bernama Mohammad Arif belakangan dikabarkan dimutasi diduga gara-gara memprotes kebijakan tersebut.
Kepala MAN 1 Pamekasan No’man Afandi buka suara soal kebijakan sekolah mengambil infak toilet sekolah Rp500.
Kata dia hal tersebut diberlakukan karena keberhasilan toilet siswa saat itu kurang begitu diperhatikan dan dijaga siswa. Sedangkan toilet siswa sangat terbatas, baik untuk putra maupun putri.
“Saat itu toilet siswa ini jorok dan kotor. Sehingga sekolah memberikan alternatif memasang tarif toilet Rp500, tujuannya tiada lain sekolah hanya ingin memberikan kesadaran kepada siswa lewat pendidikan karakter,” kata No’man.
Meski demikian, kebijakan aturan sekolah ini tidak berlangsung lama. Kurang lebih hanya berjalan dua pekan di tahun 2018. Sementara hasilnya, semua langsung disalurkan ke beberapa masjid dan tempat ibadah.
“Sejak diberlakukan kebijakan itu (tarif toilet), siswa perlahan punya kesadaran diri, terutama dalam hal kebersihan kamar mandi dan toilet. Padahal ini kejadiannya sudah tahun 2018, bukan sekarang,” ujarnya.***






