SUMENEP, MaduraPost – Sengketa pembangunan pasar tradisional di Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, bak tanpa adanya pengakuan.
Pembangunan pasar yang dimulai sejak tiga tahun lalu itu, hingga sekarang mau tak mau masih ditarik ulur. Penyebabnya, lahan pasar tradisional tersebut bermasalah.
Awalnya, tanah yang hendak dibangun pasar dibeli dari RB Mohammad Zis. Namun kemudian tanah itu juga diklaim oleh R Soehartono, putra sulung mantan Bupati Sumenep, R Soemar’oem.
Kabag hukum Pemkab Sumenep, Hizbul Wathan menjelaskan, hingga saat ini perkembangan kasus tersebut terus berjalan dipengadilan, dengan nomor perkara 03/PDT.G/2020/PN.Sumenep.
“Ada istilah tergugat intervensi namanya. Karena sebenarnya, ini sengketa antara pak Soehartono dengan pak Zis. Jadi, hubungan hukumnya itu dengan pak Zis. Kemudian di tengah perjalanan ada yang mempersoalkan yaitu pak Soehartono,” terang Wathan, saat dikonfirmasi sejumlah media di ruang kerjanya, Kamis (18/2).
Menurutnya, R Soehartono saat ini tak lagi menggugat RB Mohammad Zis, melainkan menggugat Pemkab Sumenep dalam perkaranya. Hal itu disebabkan adanya peralihan pelepasan hak kepemilikan tanah kepada pemerintah setempat oleh RB Mohammad Zis.
“Kemudian karena sudah menjadi milik Pemkab yang berhubungan hukum dengan pak Zis, lalu muncullah pak Soehartono yang menggugat ke Pemkab. Namun, kepentingannya ini adalah ranah pak Zis. Karena Disperindag sendiri dapat tanahnya dari pak Zis,” ujarnya.
“Sehingga, pak Zis karena merasa berkepentingan, maka di hukum acara perdata itu ada istilah tergugat intervensi. Saat ini sudah diproses dalam persidangan PN Sumenep,” tambahnya.
Diketahui, Pemkab Sumenep mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk rencana pembangunan Pasar Batuan. Pembebasan lahannya saja mencapai Rp 8,941 miliar. Dana itu bersumber dari APBD 2018.
Tidak hanya itu, pemerintah kembali mengeluarkan dana sebesar Rp 600 juta lebih untuk pembangunan pagar pada tahun 2019. Anggaran yang dikeluarkan selama dua tahun itu bukanlah dana yang sedikit.
Namun, hingga tahun 2021 proyek tersebut tidak memberi manfaat akibat lahan seluas 1,6 hektar yang hendak dibangun bersengketa.
Sebelumnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep mengklaim bahwa soal kepemilikan tanah sudah berdasarkan kajian.
“Sebelum membeli lahan di sebalah barat SKB Batuan itu, sudah dikaji dan tidak ada masalah,” kata Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan Disperindag Sumenep, Ardiansyah Ali S, saat dikonfirmasi awak media, Kamis (11/2/2021) lalu.
Ardi mengatakan, Pemkab berani membeli lahan seluas 1,6 hektar dengan harga hampir 9 miliar tersebut karena dinilai legal standingnya jelas.
“Pembelian tanah ini kan suda melalui tahapan yang mengarah bahwa tanah ini legal atas nama si A itu,” tukasnya.
(Mp/al)






