PAMEKASAN, MaduraPost – Pada tahun 1970-an, Indonesia menyaksikan munculnya empat tokoh yang diprediksi akan mereformasi pemikiran Islam di tanah air.
Salah satunya adalah Ahmad Wahib, seorang mahasiswa yang dipandang prihatin dengan kondisi Islam dan Indonesia pada zamannya.
Dilahirkan di Sampang, Madura pada 9 November 1942, Wahib tumbuh dalam keluarga yang penuh dengan tradisi dan keberagaman.
Meskipun beragama Islam, Wahib tinggal di asrama Katolik semasa kuliah di Yogyakarta, menandakan sikapnya yang pluralistik dan toleran.
Bersama teman-temannya, Wahib mendirikan chat room di Yogyakarta dan aktif dalam diskusi-diskusi yang mempertanyakan kebenaran dan pembaruan pemikiran Islam.
Pindah ke Jakarta pada tahun 1971, Wahib terlibat dalam berbagai diskusi intelektual yang memunculkan ide-ide revolusioner tentang Islam dan kehidupan sosial.
Namun, takdir berkata lain. Pada usia yang relatif muda, 30 tahun, Wahib meninggal dalam sebuah kecelakaan. Namun, warisannya dalam pemikiran Islam dan sikap humanistik tetap dikenang.
Melalui kehidupan dan pemikirannya, Ahmad Wahib mengajarkan pentingnya sikap humanis, toleran, dan sadar akan pluralisme.
Ide-ide revolusionernya tentang Islam mengingatkan kita akan pentingnya terus-menerus mempertanyakan dan memahami kebenaran, serta menemukan citra Islam yang sejati.
Meskipun beberapa gagasannya kontroversial, pemikiran Wahib tetap menjadi cerminan dari semangat toleransi dan minimnya radikalisme dalam pemikiran Islam pada masanya.***






