SUMENEP, MaduraPost – Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia (UI), Diyah Puspita Sari, turun langsung ke Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, untuk mengecam keras tindakan 5 oknum Polres Sumenep dalam kasus penembakan Herman. Jumat, 18 Maret 2022.
Diyah Puspita Sari yang memang berada di Pulau Madura melakukan penelitian tentang ‘Gender’ itu mengaku miris dengan tindakan 5 oknum polisi yang dinilai tidak memiliki perikemanusiaan dan berkeadilan.
“Saya langsung bertemu dengan keluarga korban untuk mengklarifikasi kejadian yang menewaskan Herman sesuai fakta. Karena berita ini sudah menjadi isu nasional,” kata perempuan 29 tahun ini pada sejumlah media, Jumat (18/3).
Diketahui, perempuan asli warga Depok Jawa Barat tersebut ikut langsung aksi demonstrasi masyarakat Desa Gadu Timur Kecamatan Ganding dan masyarakat Desa Ellak Laok Kecamatan Lenteng pada Kamis (17/3/2022) kemarin ke Mapolres Sumenep.
Unjuk rasa itu menuntut keadilan dari tewasnya Herman yang ditembak mati oleh 5 oknum polisi di wilayah hukum Polres Sumenep dengan cara membabi buta. Insiden tewasnya Herman terjadi pada 13 Maret 2022.
Menurutnya, pertama, insiden ini sudah menjadi isu nasional dan membentuk opini publik bahwa Herman adalah seorang begal.
Kedua, jika pun Herman adalah begal tidak pantas diperlakukan semena-mena oleh polisi hingga menghilangkan nyawanya.
“Kita ada di Negara hukum. Sepantasnya harus mengikuti perundang-undangan yang berlaku. Saya mendengar berita ini sudah beberapa hari lalu, setelah satu hari insiden itu terjadi,” kata Diyah menjelaskan.
Usai video Herman viral disegala platfrom media sosial, hati Diyah tergerak. Ditambah adanya video klarifikasi perempuan yang mengaku korban dan hendak dibegal oleh Herman semata-mata dianggap hanyalah bentuk pembelaan.
“Kami bukan orang bodoh, bisa dicek sendiri videonya. Masyarakat malahan dikibulin dengan video tandingan perempuan yang mengaku korban mau dibegal Herman,” kata Diyah menegaskan.
Pihaknya mengaku akan terus mengawal kasus tersebut hingga tuntas. Bahkan, dirinya telah berkomunikasi dengan seluruh BEM Nusantara agar bergerak dengan seruan moral tentang kasus yang menimpa Herman.
“Saya sudah mengkonsolidasi ke BEM se-Indonesia untuk turut serta mengkampanyekan dalam bentuk dukungan, supaya kasus ini di usut hingga tuntas,” jelasnya.
Tak muluk-muluk, mahasiswa pasca sarjana yang tengah melakukan penelitian di Madura bertema ‘Gerakan Perempuan di Madura Raya’ itu meminta agar Kapolres Sumenep, AKBP Rahman Wijaya mengklarifikasi dan mengakui bahwa itu adalah tindakan yang salah secara hukum, menembak sampai menghilangkan nyawa seseorang.
“Kapolres Sumenep harus berani mengatakan bahwa Herman bukanlah seorang begal, karena itu tidak terbukti secara hukum,” ujar Diyah.
Terutama, lanjutnya, Kapolres Sumenep harus meminta maaf kepada keluarga korban. Diyah mengancam, jika kasus ini masih berbelit-belit di Mapolres Sumenep, akan langsung mendatangi Polri dan Komnas HAM.
“Kami tidak segan untuk mendesak Kapolri untuk turun tangan dalam mengusut tuntas kasus ini. Laporan ini tidak hanya kami layangkan ke Kapolri, karena kami sudah menghimpun data dalam bentuk kronologis untuk dibawa ke Komanas HAM,” ujarnya.
“5 oknum polisi ini harus diberikan sanksi secara hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, termasuk undang-undang penyandang disabilitas juga yang dilanggar oleh lima oknum polisi itu,” katanya lebih lanjut.
Diyah menambahkan, apabila Kapolres Sumenep lalai dalam mengusut tuntas kasus tersebut lebih baik memundurkan diri dari jabatannya.