Penulis: Madura Post | Editor:
NASIONAL, MaduraPost – Hubungan Indonesia China dalam beberapa hari terakhir tengah panas dingin. Ini setelah insiden masuknya kapal-kapal nelayan asal China yang dikawal kapal coast guard terdeteksi masuk ke perairan Natuna secara ilegal.
Masuknya kapal-kapal Negeri Tirai Bambu di Zona Eksklusif Ekonomi ( ZEE) Indonesia di perairan Natuna membuat berang pihak Indonesia. Pemerintah sendiri, lewat Kementerian Luar Negeri, telah mengirim nota protes resmi dan memanggil Dubes China untuk Indonesia di Jakarta.
Banyak pihak menilai, pemerintah belum bersikap keras pada China yang mengklaim Natuna berdasarkan nine dash line dan traditional fishing right.
Bahkan, oleh beberapa kalangan, sikap ini dikaitkan-kaitkan dengan ketergantungan Indonesia pada China, utang luar negeri salah satunya.
Berapa utang luar negeri Indonesia ke China?
Berdasarkan data statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) yang dirilis Bank Indonesia (BI) periode terbaru, yakni per September 2019 menurut negara pemberi kredit, utang Indonesia yang berasal dari China tercatat sebesar 17,75 miliar dollar AS atau setara Rp 274 triliun (kurs Rp 13.940).
Posisi utang Indonesia terhadap China ini meningkat tipis dibandingkan per Agustus 2019 yang mencatatkan utang sebesar Rp 17,09 miliar dollar.
China sejak beberapa tahun belakangan menjadi salah satu negara penyumbang terbesar untuk Indonesia atau saat ini berada di posisi keempat.
Negara pemberi kredit terbesar Indonesia masih ditempati Singapura dengan jumlah pinjaman sebesar 66,49 miliiar dollar AS, disusul Jepang 29,42 miliar dollar AS, Amerika Serikat 22,46 juta dollar AS.
Total keseluruhan utang luar negeri Indonesia per September 2019 sebesar 202,31 miliar dollar AS.
Masih di periode yang sama, jika dirinci lebih lanjut, utang Indonesia terbagi dalam utang pemerintah sebesar 194,35 miliar dollar AS dan utang yang berasal dari Bank Indonesia tercatat 2,78 miliar dollar AS.
Sementara utang luar negeri yang berasal dari sektor swasta yang dicatat Bank Indonesia yakni 198,49 miliar dollar AS.
Sementara itu, Panglima Komondo Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Yudo Morgono menggelar apel pasukan intensitas operasi rutin TNI di pelabuhan Selat Lampa, Ranai Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Dalam keterangan tertulis yang diterima sejumlah media, 600 personel TNI yang disiagakan terdiri dari satu Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapat, satu Kompi gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta satu Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).
Yugo menegaskan, pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh kapal ikan asing di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia merupakan ancaman pelanggaran batas wilayah.
“Dan itu perbuatan yang sangat mengancam kedaulatan Indonesia. Untuk itu, TNI wajib melakukan penindakan hukum terhadap pelanggar asing yang telah memasuki wilayah dan kegiatan ilegal berupa penangkapan ikan tanpa izin di Indonesia,” kata Yudo, Sabtu (4/1/2020).
Disisi lain, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memilih jalan damai melalui diplomasi untuk menghadapi polemik kepemilikan perairan Natuna oleh China. Kendati begitu, langkah ini diklaim tidak berarti jika pemerintah Indonesia ‘lembek’ dalam melindungi kedaulatan Tanah Air.
Hal ini diungkapkan oleh Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar-Lembaga Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak. Ia meluruskan maksud dari cara bersahabat dan damai dalam menghadapi China seperti yang sempat disampaikan Prabowo sebelumnya.
“Sesuai dengan prinsip diplomasi seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak, dan prinsip pertahanan kita yg defensive bukan offensive. Maka penyelesaian masalah selalu mengedepankan upaya kedua prinsip dan langkah damai harus selalu diprioritaskan,” ungkap Dahnil dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu, 4/1/2020. (mp/redaksi)
Konten di bawah ini disajikan oleh advertnative. Redaksi Madura Post tidak terlibat dalam materi konten ini.