SUMENEP, MaduraPost – Maraknya peredaran rokok ilegal di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat getol melaksanakan pemberantasan rokok tanpa pita bea cukai tersebut.
Untuk itu, tahun 2021 ini, Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Pemkab Sumenep mendapatkan kucuran dana pelaksanaan operasi pemberantasan rokok ilegal sebesar Rp 175 juta.
“Kita dapat alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), itu sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 206/PMK.07/2020 tentang
penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT,” ungkap Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Sumenep, Ach. Laili Maulidy, saat dikonfirmasi MaduraPost di ruang kerjanya, Sabtu (27/11).
Laili mengungkapkan, alokasi dana tersebut didapatkan dan akan digunakan di bidang penegakan hukum. Pihaknya menyebutkan, pada bidang penegakan hukum tentu ada beberapa kegiatan.
Diantaranya Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIH), pengumpulan informasi, sosialisasi, dan pemberantasan rokok ilegal.
Dari keempat poin yang ada di bidang penegakan hukum, Kabag Perekonomian Setdakab Sumenep mendapatkan bagian kegiatan pemberantasan rokok ilegal.
“Sementara untuk sosialisasi terkait KIHT itu ada di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain,” ucapnya.
Pihaknya menjelaskan, kegiatan pemberantasan rokok ilegal sendiri bersifat gabungan alias dibentuk tim yang anggotanya terdiri dari Kabag Setdakab Perekonomian Pemkab Sumenep, Tentara Nasional Indonesia – Kepolisian Republik Indonesia (TNI-Polri), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), bea cukai, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep.
“Kenapa bea cukai, karena disini sebagai instansi yang punya kewenangan terkait pemberantasan rokok ilegal itu, wajib hukumnya masuk tim tersebut. Ini tim yang ada di kami,” jelasnya.
Pada kegiatan pemberantasan rokok ilegal tersebut, kata Laili, kewenangan secara keseluruhan berada pada pihak bea cukai. Mulai dari penindakan hingga sanksi.
Sementara sasaran operasi pemberantasan rokok ilegalnya, Laili menerangkan, pada dasarnya ditujukan kepada produsen. Namun di awal operasi pemberantasan rokok ilegal, Pemkab setempat telah menyasar bagian pengecer, dan toko-toko yang menjual berbagai jenis rokok.
“Jadi, penjual rokok itu yang kami sasar. Kalau untuk titik sasaran, itu sebenarnya bukan kami yang menentukan. Memang, pada awal kegiatan, kami sering melakukan koordinasi baik dengan bea cukai dan Polri. Jadi itu kami rencanakan dari hasil rapat bersama, tetapi saat pelaksanaan terserah pihak bea cukai,” terangnya.
Laili mengutarakan, pihak bea cukai memiliki sebuah aplikasi berdasarkan informasi yang diperoleh dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Hal ini bertujuan, untuk menyisir ada berapa titik penyebaran rokok ilegal di Sumenep.
Diketahui, ada sekitar 18 Kecamatan untuk wilayah daratan di Sumenep yang telah dilakukan operasi pemberantasan rokok ilegal oleh tim Kabupaten.
“Wilayah kita ini luas, tidak mungkin tim kami melakukan operasi di 18 Kecamatan sehari saja. Makanya di tim itu kami bagi dua,” tuturnya.
Dia menyebut, tim tersebut terdiri dari pihak bea cukai yang memiliki satu tim dua orang, dan tim dua dua orang. Kemudian pihak Polri tim satu dan tim dua sama-sama dua orang, dilanjutkan TNI satu orang pada masing-masing tim.
Dilanjutkan Satpol PP dua orang dimasing-masing tim, dan Kabag Perekonomian Setdakab Sumenep kebagian kinerja tim yang bervariasi. Terakhir, yaitu Disperindag yang memiliki satu orang di masing-masing tim.
“Kalau di kita kadang dalam satu tim bertiga, sebab banyak kegiatan di kami yang berbenturan. Kadang sampai berempat dalam satu tim. Di dua tim ini kita nyebar, sasarannya tidak di satu Kecamatan, biar cakupannya banyak masuknya,” paparnya.
Artinya, lanjut Laili memaparkan, dalam satu hari rata-rata ada empat Kecamatan yang telah didatangi. Dimana, di tim satu dan dua itu masing-masing sasarannya ada yang dua dan ada yang tiga selama satu hari.
Pihaknya berharap, terkait kegiatan-kegiatan DBHCHT yang ada pada bidang penegakan hukum, mulai dari KIHT, pengumpulan informasi, sosialisasi, hingga pemberantasan rokok ilegal agar bisa memperkecil tingkat peredaran rokok ilegal di Kabupaten ujung timur Pulau Madura ini.
Dia juga menambahkan, kegiatan tersebut pada dasarnya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan dampak rokok ilegal itu sendiri.
“Sebenarnya ini adalah harapan secara nasional, tidak hanya harapan di kami saja. Ya, tujuan utamanya tentu untuk mengurangi banyaknya rokok ilegal yang beredar. Karena adanya rokok ilegal ini banyak dampak yang akan ditimbulkan,” katanya.
Menurutnya, salah satu dampak sosial adanya rokok ilegal tersebut yakni bagi anak-anak di bawah umur. Dimana, anak-anak di bawah umur tersebut sangat mudah mengkonsumsi rokok ilegal tersebut. Pertama, karena harga yang sangat terjangkau.
“Kita tahu bahwa rokok ilegal ini harganya sangat murah,” singkatnya.
Kedua, secara kesehatan juga belum bisa dipastikan aman, sebab belum dilakukan uji lab. Dia mengatakan, jika memang rokok yang jual oleh produsen legal, pastinya telah ada izin dari Kantor bea cukai.
“Kita bisa lihat dari sisi peralatan, kemudian tembakaunya itu pastinya di cek. Memang di rokok ilegal itu kadang-kadang tercantum pada kadar nikotin dan tar-nya. Namun, itu bukan hasil lab, jadi mereka asal saja cantik saja. Jadi kita tidak tahu kebenaran kadar nikotin dan tar-nya itu, nah itu dari sisi kesehatan bahayanya,” urainya.
Ketiga, rokok ilegal secara langsung akan menggangu perekonomian daerah. Laili menjelaskan, semakin marak beredarnya rokok ilegal maka secara otomatis rokok legal akan tertutup pasarnya.
“Misalnya disuatu desa masyarakatnya semua mengkonsumsi rokok ilegal. Secara otomatis pemasaran rokok legal tidak bisa masuk ke desa tersebut. Otomatis pendapatan dari bea cukai itu tidak ada,” ujar Laili.
Jika sudah tidak ada masyarakat yang membeli pita bea cukai, secara otomatis pendapatan Negara dari sisi cukai tersebut juga akan berkurang.
“Apabila pendapatan negara berkurang, maka DBHCHT-nya juga akan berkurang,” timpalnya.
Disamping itu, salah satu faktor penetapan pagu DBHCHT disuatu wilayah sangat tergantung dari daerah itu sendiri sebagai penghasil cukai dengan adanya tembakau.
“Semakin kecil pendapatan cukai yang di dapat dari suatu daerah, maka semakin kecil pula DBHCHT yang kita dapatkan,” tukasnya.