SURABAYA, Madura Post | Kasus korupsi dana hibah APBD Jawa Timur kini memasuki babak menegangkan.
Genap setahun setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 21 orang tersangka sejak diterbitkannya surat perintah penyidikan (sprindik) pada 5 Juli 2024, proses hukum para tersangka justru terkatung-katung tanpa kejelasan.
Tidak ada penahanan, tidak ada penangkapan, dan publik pun bertanya: apakah hukum masih tegak di negeri ini?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Korupsi dana hibah APBD Jatim yang disinyalir merugikan negara hingga Rp 7 triliun lebih adalah pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Sahat Tua Simanjuntak pada Desember 2022 silam. Namun hingga hari ini, masyarakat belum melihat langkah tegas KPK dalam menyeret semua aktor utama, termasuk kalangan eksekutif Jawa Timur.
Salah satu sorotan publik tertuju pada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Ia sempat dipanggil KPK sebagai saksi pada 20 Juni 2025, namun tidak hadir karena dinas luar negeri. Hingga kini belum ada pemanggilan ulang. Padahal posisi gubernur sebagai kepala daerah sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) memiliki peran strategis dalam belanja hibah.
“Kalau bicara belanja hibah, itu jelas ranah eksekutif, bukan cuma legislatif. Gubernur pasti tahu persis jalur uangnya, dari perencanaan sampai penyaluran. KPK jangan tebang pilih!” tegas Mustiq, Koordinator Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim), saat melakukan aksi. Kamis (3/7).
Jaka Jatim menilai publik sudah muak dengan drama penegakan hukum setengah hati. Menurut catatan mereka, alokasi dana hibah sejak 2019 hingga 2023 mencatat kerugian negara mencapai Rp 7,04 triliun, dengan rincian terbesar terjadi di tahun 2019 dan 2020.
Lebih memprihatinkan lagi, hasil audit BPK tahun 2024 juga menyoroti potensi kerugian hingga Rp 49 miliar, yang mencakup dana hibah tidak jelas peruntukannya serta Bantuan Keuangan ke desa tanpa pertanggungjawaban.
“Rakyat Jawa Timur sudah dirampok berkali-kali lewat modus dana hibah. KPK harus berani jumput paksa gubernur kalau memang tidak kooperatif. Jangan sampai rakyat hilang kepercayaan pada KPK,” imbuh Mustiq.
Jaka Jatim pun mengeluarkan lima tuntutan keras kepada KPK, antara lain segera memanggil ulang Gubernur Jatim, memproses penahanan 21 tersangka yang mangkrak setahun penuh, memanggil pejabat Pemprov lain yang disebut-sebut terlibat dalam pertemuan tertutup di Yogyakarta, hingga memastikan tidak ada proses hukum masuk angin dan tebang pilih.
“Kami ingin KPK mendengar jeritan rakyat Jawa Timur yang capek dijadikan bancakan elit. Sudah saatnya aparat tidak takut pada penguasa,” pungkas Mustiq dengan nada lantang. (*)