Scroll untuk baca artikel
Daerah

Dugaan Perdin Fiktif Muncul di DPRD Sumenep, Legislator Komisi III Disorot

Avatar
6
×

Dugaan Perdin Fiktif Muncul di DPRD Sumenep, Legislator Komisi III Disorot

Sebarkan artikel ini
MEGAH. Potret Kantor DPRD Sumenep yang berlokasi di Jalan Raya Trunojoyo, Gedungan, Kecamatan Batuan. (M.Hendra.E/MaduraPost)
MEGAH. Potret Kantor DPRD Sumenep yang berlokasi di Jalan Raya Trunojoyo, Gedungan, Kecamatan Batuan. (M.Hendra.E/MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – Isu dugaan penyalahgunaan perjalanan dinas (perdin) kembali menyeruak di tubuh DPRD Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Seorang anggota dewan dari Komisi III disebut-sebut kerap mencairkan anggaran perdin, meskipun jarang terlihat mengikuti agenda resmi, baik rapat komisi maupun kegiatan konsultasi ke luar daerah.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Data internal yang diterima media ini mengungkapkan, sebelum Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun 2025, oknum anggota dewan berinisial H itu tercatat bisa melakukan perjalanan dinas sebanyak 13 hingga 15 kali.

Ironisnya, sejak resmi dilantik pada 21 Agustus 2024, tingkat kehadiran yang bersangkutan di rapat Komisi III sangat minim, hanya sekitar dua kali dari total 15 kali rapat.

Catatan di DCT Info Pemilu KPU menunjukkan bahwa H bukan sosok baru di parlemen daerah.

Politisi yang satu ini sudah lima kali menjabat sebagai anggota DPRD Sumenep, dengan rekam jejak jabatan yang panjang, mulai dari Sekretaris Komisi A, Ketua Komisi C, Wakil Ketua DPRD, hingga Wakil Ketua Komisi I, sebelum kembali menjadi anggota Komisi III periode 2024–2029.

Baca Juga :  Tidak Bisa Menentukan Program Prioritas, Mantan Napi Sebut Kades Palesanggar Dungu

Temuan terkait dugaan perdin tanpa kehadiran ini memunculkan tanda tanya soal mekanisme pencairan anggaran di DPRD.

Berdasarkan aturan, setiap anggota dewan wajib hadir dan mengikuti agenda resmi sebagai syarat pencairan perdin. Namun, kabar yang beredar justru menyingkap adanya kemungkinan lemahnya pengawasan.

Bukan hanya soal frekuensi, oknum ini juga disebut menggunakan cara lain agar terlihat seolah-olah hadir. Ia dikabarkan kerap mengirimkan foto ke bagian keuangan sebagai bukti keberangkatan, bahkan ada dugaan sebagian foto tersebut telah diedit.

Seorang narasumber yang enggan disebutkan identitasnya menyebut, lemahnya sistem kontrol internal DPRD membuka peluang terjadinya penyalahgunaan.

“Kalau sistem pengawasan berjalan ketat, praktik seperti ini tidak akan mungkin lolos,” ujarnya.

Ketua Komisi III DPRD Sumenep, M. Muhri, saat dikonfirmasi, mengaku tidak mengetahui secara detail soal tuduhan tersebut.

Baca Juga :  UMK Naik atau Tidak, Disnakertrans Sumenep Tunggu Keputusan Gubernur

“Saya nggak tahu, nggak jelas maksudnya. Kalau ada kegiatan ke luar kota, saya nggak sempat ngecek satu per satu teman-teman di komisi,” ujarnya melalui sambungan telepon, Senin (25/8) siang.

Meski demikian, Muhri menegaskan bahwa aturan perdin sebenarnya sangat ketat.

“Nggak boleh seharusnya. Karena itu kan harus ada laporan SPJ, di situ harus ada foto di lokasi, dokumentasi kegiatan. Misalkan konsultasi ke luar kota, itu wajib ada fotonya. Jadi nggak bisa kalau nggak ada dokumentasi,” tegasnya.

Ia pun menyarankan agar persoalan ini ditindaklanjuti ke Badan Kehormatan (BK) DPRD.

“Saran saya coba langsung ke Badan Kehormatan ya. Karena setiap kali ada rapat di luar kota memang tidak semua anggota hadir. Dari 14 anggota Komisi III, kadang hanya sepuluh yang ikut, sisanya ada kegiatan lain. Tapi mekanisme SPJ itu jelas, dan seharusnya tidak bisa dicairkan tanpa kehadiran,” jelas Muhri.

Baca Juga :  Zaini Wer Wer Bantah Suteki Penghina Ulama Mengaku Anggota LSM KOMAD

Sementara itu, Ketua BK DPRD Sumenep, dr. Virzannida Busyro, menegaskan mekanisme pencairan perdin mustahil dilakukan tanpa bukti nyata.

“Gimana caranya nggak ikut tapi dapat uang perdin? Kan ada SPJ, ada foto kegiatan. Itu prosesnya melewati banyak tahap, mulai dari Sekwan hingga bagian keuangan. Jadi kalau tidak hadir, ya seharusnya tidak bisa dicairkan,” ujarnya.

Virzannida menambahkan, hingga kini BK belum menerima laporan resmi soal dugaan tersebut.

“Kalau memang ada bukti, silakan siapa saja berhak melaporkan secara tertulis. Kami akan tindaklanjuti sesuai tata tertib. Akan ada penyelidikan, dan oknum yang terbukti akan dipanggil. Tapi sampai sekarang, pelaporan definitif belum ada. Kami hanya bisa bekerja berdasarkan laporan yang nyata, bukan omongan dari mulut ke mulut,” pungkasnya.***