Scroll untuk baca artikel
Daerah

Bupati Sumenep Tekankan Pelestarian Karya di Festival Literasi 2025

Avatar
7
×

Bupati Sumenep Tekankan Pelestarian Karya di Festival Literasi 2025

Sebarkan artikel ini
ACARA. Bupati Sumenep Ahmad Fauzi Wongsojudo saat meninjau langsung pelestarian karya cetak dan digital dalam pembukaan Festival Literasi 2025 yang digelar Dispusip Sumenep. (M.Hendra.E/MaduraPost)
ACARA. Bupati Sumenep Ahmad Fauzi Wongsojudo saat meninjau langsung pelestarian karya cetak dan digital dalam pembukaan Festival Literasi 2025 yang digelar Dispusip Sumenep. (M.Hendra.E/MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – Dalam perhelatan Festival Literasi 2025 yang diprakarsai Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, isu pelestarian budaya melalui karya tulis kembali mengemuka.

Bupati Sumenep, Ahmad Fauzi Wongsojudo, menegaskan pentingnya setiap karya cetak maupun digital memiliki tempat penyimpanan yang terjamin, dilindungi secara hukum, dan disiapkan cadangan digital agar tetap bisa ditelusuri hingga ratusan tahun ke depan.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

“Setiap karya harus dipastikan memiliki wadah yang jelas, perlindungan hukum, serta pencadangan digital supaya masih bisa ditemukan 100 tahun dari sekarang,” seru Bupati Fauzi, Senin (22/9).

Pernyataan ini senada dengan tema Festival Literasi tahun ini, “Merawat Tradisi, Menggali Inspirasi Lewat Tradisi”, yang digagas untuk menumbuhkan kembali budaya membaca di tengah derasnya perkembangan teknologi digital.

Baca Juga :  Sumenep Peringati Hari Kesaktian Pancasila dengan Khidmat, Bupati Tegaskan Persatuan Bangsa

Sebagai bagian dari acara, ribuan judul buku ditawarkan dengan harga terjangkau melalui bazar literasi, guna menarik kembali minat generasi muda terhadap bacaan fisik.

Menurut Bupati Fauzi, buku tidak bisa hanya dipandang sebagai komoditas ekonomi atau sarana hiburan singkat.

“Buku adalah arsip pengetahuan sekaligus catatan budaya. Ia merupakan dokumen kolektif yang mencerminkan identitas daerah,” ujarnya.

Ia mengingatkan, tanpa keberadaan repositori, regulasi deposit, sistem metadata yang terintegrasi, serta perlindungan hukum dan teknis, karya lokal berisiko hilang atau rusak akibat perubahan zaman dan teknologi.

“Ada pula kebutuhan agar karya-karya itu dapat diakses lintas-generasi tanpa kehilangan konteks aslinya,” tambahnya.

Untuk mewujudkan visi agar buku-buku karya warga Sumenep tetap lestari hingga 100 tahun ke depan, Bupati Fauzi menyebut ada langkah nyata yang bisa dilakukan bersama Dispusip, komunitas literasi, maupun penerbit lokal.

Baca Juga :  Kongres Luar Biasa Partai Gerindra, DPC Pamekasan Dukung Prabowo Sebagai Ketua Umum

“Mendorong penerbit, percetakan, maupun penulis untuk mendaftarkan ISBN dan menyerahkan versi digitalnya lewat layanan e-Deposit Perpusnas adalah bentuk konkret perlindungan hukum sekaligus operasional,” tegasnya.

Ia bahkan memberikan arahan teknis, seperti menggunakan format PDF/A untuk teks, menyimpan file sumber asli seperti LaTeX atau InDesign, serta melakukan pemeriksaan checksum secara rutin dengan replikasi data di minimal tiga lokasi berbeda (lokal, luar lokasi, dan cloud/mitra).

Selain itu, Bupati Fauzi juga menekankan pentingnya fasilitasi pendaftaran hak cipta melalui lembaga resmi seperti DJKI, serta penyusunan panduan kontrak penerbitan yang tidak mengorbankan akses jangka panjang bagi penulis.

Baca Juga :  Dinsos P3A Sumenep Dikritik Soal Lemahnya Penanganan Kekerasan Seksual

Lebih lanjut, Festival Literasi disebut bisa berfungsi lebih dari sekadar ajang penjualan buku murah.

Bupati Fauzi menilai, momentum ini dapat diubah menjadi sarana pengumpulan karya lokal.

“Kapan pun penulis atau penerbit menjual buku di bazar, Dispusip bisa sekaligus memberikan layanan pendaftaran, scanning, atau unggah ke repositori, bahkan menyediakan voucher e-Deposit untuk Perpusnas. Dengan begitu, setiap buku yang terjual punya peluang ‘diselamatkan’ bagi generasi mendatang,” terangnya.

Ia juga menambahkan, program literasi massal yang kini digalakkan Dispusip merupakan waktu yang tepat untuk mengintegrasikan gerakan membaca dengan agenda konservasi jangka panjang.

“Wadah kejelasan dan perlindungan tentang pelestarian budaya tidak boleh pasif. Ia membutuhkan kebijakan, infrastruktur, pendanaan, serta kolaborasi lintas-lembaga,” tandas Bupati Fauzi.***