BANGKALAN, MaduraPost – Universitas Trunojoyo Madura (UTM) diproyeksikan menjadi pusat literasi budaya Madura. Gagasan itu mengemuka dalam Kongres Kebudayaan Madura yang digelar di kampus UTM, Senin, 22 Desember 2025, dan dihadiri Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Dalam orasi ilmiahnya, Fadli menekankan peran perguruan tinggi sebagai simpul pengetahuan kebudayaan. Menurut dia, Indonesia merupakan bangsa dengan keragaman budaya yang besar, namun kerap rapuh dalam pengarsipan dan literasi.
“Budaya bukan sekadar identitas, tetapi modal peradaban dan potensi ekonomi,” kata Fadli, Senin (22/12).
Ia menilai penguatan literasi budaya dan industri budaya perlu dikerjakan secara sistematis agar tidak berhenti pada seremoni.
Fadli menyebut kebudayaan Madura memiliki spektrum yang luas, dari bahasa hingga seni pertunjukan. Namun kekayaan itu, kata dia, membutuhkan kerja dokumentasi dan pendidikan agar tidak tergerus perubahan zaman.
Rektor UTM Prof. Dr. Safi’ mengatakan, keterlibatan kampus dalam pelestarian budaya merupakan tanggung jawab akademik. Ia menilai perguruan tinggi dan pemerintah daerah tak bisa absen dalam urusan kebudayaan.
“Kalau bukan lembaga pendidikan dan pemerintah daerah yang ikut bertanggung jawab, lalu siapa lagi?” ujar Safi’.
Ia mengakui keterbatasan fasilitas kebudayaan yang dimiliki UTM, baik ruang maupun koleksi. Namun, ia menekankan bahwa langkah awal menjadi penentu keberlanjutan.
“Ruang masih terbatas, koleksi juga belum banyak. Tapi yang penting inisiatifnya. Dari situ pengembangan bisa dilakukan,” kata dia.
Menurut Safi’, ikhtiar tersebut mendapat sambutan dari masyarakat. Sejumlah budayawan menyerahkan lukisan, benda, dan karya budaya lainnya kepada UTM secara cuma-cuma.
“Banyak yang menghibahkan koleksi pribadinya. Itu bentuk kepercayaan sekaligus kebanggaan,” ujarnya.
Ia menambahkan, dukungan tersebut membuka ruang bagi penguatan riset kebudayaan dan pengembangan kompetensi kebahasaan, termasuk Bahasa Madura, di lingkungan akademik.
Dengan dukungan pemerintah dan partisipasi masyarakat, UTM diharapkan berkembang sebagai pusat literasi, dokumentasi, dan pengarsipan budaya Madura bukan sekadar etalase budaya, melainkan ruang belajar yang hidup.***






