SUMENEP, MaduraPost – Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Sumenep, Madura, Jawa Timur, pada tahun 2022 mendatang masih abu-abu. Kamis, 25 November 2021.
Pasalnya, hingga kini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) setempat masih menunggu keputusan Gubernur untuk kenaikan atau berkurangnya UMK di Kabupaten ujung timur Pulau Madura itu.
Sebelumnya, pada tahun 2021 UMK Sumenep tak mengalami kenaikan. Kepastian itu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur (Jatim) Nomor 188/538/KPTS/013/2020 tentang UMK 2021.
Kemudian, untuk keputusan tersebut sudah sesuai dengan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan RI No M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
“UMK menunggu keputusan Gubernur. Mekanisme sudah kita lalui mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36. Dalam PP tersebut mekanismenya harus dirapatkan dengan dewan pengupahan Kabupaten,” terang Pelaksana Tugas (Plt) Disnakertrans Sumenep, Didik Wahyudi, saat dikonfirmasi melalui sambungan selularnya, Kamis (25/11).
Berdasarkan, rumus perhitungan upah minimum berubah sejalan dengan penerbitan PP nomor 36 tahun 2021, tentang pengupahan yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Hal ini mengubah rumus perhitungan upah buruh yang sebelumnya berlaku sesuai PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Pihaknya mengatakan, bahwa dewan pengupahan Kabupaten sudah melakukan rapat. Dalam rapat itu pihaknya menjelaskan bahwa masih menunggu keputusan Gubernur.
“Dalam waktu dekat ini pasti akan keluar keputusan Gubernur itu. Hasil rapat dengan dewan pengupahan itu memang ada kenaikan UMK,” ungkapnya.
Sayangnya, pihaknya belum mengetahui secara pasti kenaikan presentase UMK tersebut. Dia mengaku, tidak menghitung secara signifikan. Namun, pihaknya menegaskan pasti ada kenaikan meski hanya 1 persen lebih. Artinya, dari angka semula Rp 1.954.705, naik 1 persen lebih menjadi Rp 1.980 000. Ada kenaikan sekitar Rp 24 ribu.
“Karena formula itu sebenarnya bukan kemauan daerah. Jadi formula dan PP nomor 36 itu sudah dikaridor ada batas atas dan batas bawah yang variabelnya banyak. Variabel yang tidak bisa dikamuflase, itu berdasarkan variabel memang tetap. Ada konstanta tetap, ada dari BPS dan semacamnya,” katanya.
Dia menjelaskan, untuk input variabel yang berubah tersebut hanya variabel UMK tahun 2020 lalu. Menurutnya, variabel tetapnya ada pada BPS.
“Jadi Pemerintah memang membuat regulasi seperti itu. Pengajuan ke Gubernur kita sudah sampaikan. Saat ini tinggal menunggu dari dewan pengupahan Provinsi. SK Gubernur nanti, akan kita lakukan sosialisasi pada beberapa pengusaha,” jelas pria yang saat ini juga menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Sumenep itu.
Untuk diketahui, besaran UMK Kabupaten Sumenep saat ini sebesar Rp 1.954.705,75 sepadan dengan UMK Kabupaten Bangkalan.
Artinya, masih di atas dua kabupaten lainnya, seperti Kabupaten Pamekasan dengan UMK Rp 1.938.321,73 dan Kabupaten Sampang dengan besaran UMK Rp 1.913.321,73.
Sementara, terhitung dari 565 perusahaan yang sudah terverifikasi dan menyatakan siap untuk membayar gaji karyawan sesuai UMK.
Menurut Didik, tahun ini ada 165 perusahaan yang sudah menerapkan sesuai aturan pengupahan. Jumlah tersebut lebih tinggi dari tahun 2020 yang hanya 57 perusahaan.
“Kalau data terbaru perusahaan yang sudah membayar UMK sudah ada penambahan dari bulan tahun kemarin, hal itu terlihat dari laporan yang sudah sampai ke kami, tetapi yang pasti akan terus diawasi,” tandasnya.