SUMENEP, MaduraPost – Wahyu Sri Pamarto Putro, Pekerja Sosial Sentra Margo Laras di Pati, angkat bicara soal dugaan intimidasi yang dilakukan timnya saat mengawal kasus pelecehan anak di bawah umur yang terjadi di Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Sabtu, 11 November 2023.
Pihaknya membantah dan meluruskan informasi kurang benar dari apa yang telah diberitakan media sebelumnya.
Dalam keterangan resminya di Kantor Dinsos P3A Sumenep, pihaknya mengungkapkan, sejumlah fakta saat ia mengawal kasus tersebut.
Wahyu menyebut, tidak ada interaksi lebih atau pemaksaan yang dilakukan timnya kepada pihak keluarga korban pelecehan seksual itu.
Bahkan, dirinya memastikan akan keselamatan korban menjadi prioritas utama.
Wahyu menjelaskan, pihaknya bersama tim yang ada hanya memberikan saran kepada keluarga korban agar bersedia untuk menjalani masa rehabilitasi di Sentra Margo Laras di Pati, Jawa Tengah.
“Kami merekomendasikan ke Pati karena melihat kondisi anak dan si Ibu,” kata Wahyu saat melakukan klarifikasi jumpa pers bersama awak media, Jumat (11/10/2023) kemarin.
Disaksikan Kepala Dinsos P3A Sumenep, Achmad Dzulkarnaen dan Kapolsek Kangean, Iptu Moh. Nurul Komar, konferensi pers tersebut berlangsung di ruang kerja kepala dinas setempat.
Hadir pula pada kesempatan itu, Sekcab KPI Sumenep, Nunung Fitriana. Pada kesempatan yang sama, Nunung juga melakukan klarifikasi atas apa yang ia sampaikan sebelumnya di media.
Lebih lanjut Wahyu mengaku, telah menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam keluarga korban. Salah satunya statement dari paman korban.
“Awalnya si Ibu korban ini mau dan ingin mencoba selama satu bulan. Tapi, ketika si Ibu korban sudah mau, tiba-tiba paman korban membuat statement aneh, menurut saya,” ucap Wahyu.
“Kami merasa sudah dipermainkan oleh paman dan tante korban ini,” kata Wahyu lebih lanjut.
Di samping itu, pihaknya juga melakukan hak jawab kepada media soal kejadian keluarga korban yang dengan sengaja mengambil foto tanpa izin di rumah sakit.
“Bahkan, saat berada di rumah sakit, si tante korban ini mengambil video dan foto di dalam. Saya sampaikan, bahwa mengambil gambar itu tidak boleh, dan ini bisa dilaporkan,” kata dia mengungkapkan.
Sebab itu, pihaknya menilai, jika ada miskomunikasi antara tim Sentra Margo Laras dengan pihak keluarga korban.
“Adanya miskomunikasi diantara keluarga korban. Sekali lagi, kita tidak memaksakan untuk korban ini harus direhabilitasi di tempat kami,” kata Wahyu.
“Artinya, tidak ada bahasa intimidasi yang kami lakukan terhadap keluarga korban,” sambungnya.
Pihaknya mengaku sudah melakukan diskusi panjang bersama pihak keluarga korban untuk mendapatkan jalan tengah terkait pendampingan terhadap ibu dan anak korban.
“Kami menawarkan diri, jika masih mau untuk diberikan layanan, kami InsyaAllah masih siap untuk menampung, termasuk menjemput adiknya. Akan tetapi, jika korban ini memilih untuk dipulangkan saja, silahkan monggo,” ujar Wahyu.
“Kami terus terang sedih, kita tidak memiliki kepentingan apapun. Kami hanya ingin menyelamatkan masa depan anak, ibu dan keluarganya,” kata Wahyu menegaskan.
Di tempat yang sama, Sekcab KPI Sumenep, Nunung Fitriana, juga melalukan klarifikasi dari apa yang disampaikan oleh pihak keluarga korban.
Pihaknya menerangkan, dari apa yang disampaikannya kepada media atas dugaan intimidasi yang dilakukan oleh tim Kemensos itu adalah murni dari keterangan keluarga korban.
“Di awal kita sampaikan bahwa akan melakukan kolaborasi, baik dari Dinsos, Kemensos dan KPI,” kata Nunung di depan media.
Nunung pun juga mengklarifikasi soal video dari keluarga korban yang histeris diduga mendapatkan intimidasi dari Tim Kemensos.
Kemudian, soal keluarga korban yang tanpa izin mengambil dokumentasi foto di rumah sakit, juga dijelaskan rinci oleh Nunung.
“Jadi semua yang saya dapatkan atas keterangan pihak keluarga korban,” kata Nunung.
“Jadi keluarga korban ini bilang ke saya, bahwa mereka mengambil foto itu karena ingin memberitahukan kepada sanak familinya di Pulau Kangean, jika keluarga korban ini diurusin oleh orang-orang ini,” cerita Nunung mengulang apa yang disampaikan oleh keluarga korban.
Atas insiden ini, dari sejumlah pihak kemudian membuat sebuah kesepakatan yang tertuang dalam surat pernyataan bersama, meliputi Dinsos P3A Sumenep, Sentra Margo Laras dan keluarga korban.
Dalam surat pernyataan itu tertuang sejumlah poin kesepakatan dari keluarga korban yang bertanda tangan dan sah secara hukum.
Diantaranya menolak rehabilitasi lanjut Kementerian Sosial dan Dinas Sosial, menolak direhabilitasi di pondok pesantren manapun.
Kemudian, memilih pulang ke kampung halaman bersama anak dan keluarga, serta siap dikawal oleh Dinas Sosial dan dijemput oleh kepala desa.***