PAMEKASAN, MaduraPost – Persoalan rokok hasil produk lokal di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur, hingga kini masih menuai reaksi pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat, utamanya pada masyarakat setempat.
Hal itu masih terjadi karena bagi sebagian pihak menganggap Pemerintah Daerah Kota Gerbang Salam itu tidak becus mengawal tuntas persoalan harga tembakau yang beberapa musim panen terakhir ini telah buat para Petani berair mata darah karena merugi.
Selain itu, perbedaan reaksi mengenai hal tersebut diduga karena rasa tanggung jawab bersama yang wajib dibangun dan disepakati oleh pihak eksekutif, legislatif serta Bea dan Cukai Madura sudah punah dan sepertinya hanya dijadikan lahan empuk untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan mereka sendiri.
Padahal menurut Aktivis Kawakan Abdus Salam Marhaen yang juga merupakan Presiden Mabes N.G.O Pamekasan, adanya produk-produk rokok lokal di Kota Gerbang Salam itu menjadi solusi cerdas bagi masyarakat setempat dalam mengimbangi anjloknya harga tembakau dibawah kepemimpinan Bupati Baddrut Tamam.
“Saat ini kita harus akui dan mellek bersama produk rokok lokal di Pamekasan ini telah banyak menyerap tenaga kerja, sehingga ekonomi masyarakat ditengah situasi kocar-kocir di masa seperti masih bisa bertahan,” kata Abdus Marhaen (akrab dikenal), Kamis (3/2/2022).
Hal yang sangat signifikan masih terjadi, bahkan semakin memicu anggapan buruk terhadap pihak bea cukai dan Pemkab Pamekasan soal produksi rokok lokal itu, kata Abdus Marhaen, adalah sulitnya pengurusan ijin usaha, semakin mahalnya harga pita cukai dan tidak adanya solusi mengatasi persoalan tersebut.
“Nah, kita masih ingat pada beberapa bulan yang lalu di Malang, Pemkab Pamekasan bersama seluruh OPD dan pihak Bea dan Cukai Madura, Pemkab Pamekasan melakukan sosialisasi DBHCHT dan rokok ilegal. Namun sepertinya kegiatan tersebut tidak ada hasilnya, dan hanya terkesan memfoya-foyakan anggaran saja,” pungkasnya.
Kendati demikian pihaknya meminta dengan tegas agar Pemerintah Pamekasan segera menuntaskan persoalan harga tembakau dan segera beralternatif menghargai hasil tembakau petani dengan memberdayakan pabrik rokok lokal.
“Bukan malah Bupati koar-koar soal Pabrik rokok lokal atau koar-koar masalah rokok ilegal, sementara dirinya (Bupati Pamekasan, red) tidak menyelesaikan tugas pokoknya serta tidak memberikan solusi sebagai Bupati,” ujarnya.
Sebaliknya, mengenai persoalan rokok hasil pabrik lokal tersebut, puluhan Mahasiswa dari PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Pamekasan berunjuk rasa ke Bea dan Cukai Madura menuntut dan beranggapan kalau rokok ilegal atau rokok hasil pabrik lokal merugikan negara.