Scroll untuk baca artikel
Headline

Slogan Hidup Segan Mati Tak Mau Program Santri Interprenuer, Masdawi: Siapa yang Mau Beli?

Avatar
4
×

Slogan Hidup Segan Mati Tak Mau Program Santri Interprenuer, Masdawi: Siapa yang Mau Beli?

Sebarkan artikel ini
WAWANCARA. Anggota Komisi IV DPRD Sumenep, Masdawi, saat diwawancara MaduraPost di Kantor DPRD belum lama ini. (M.Hendra.E/MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – Hidup segan mati tak mau atau hidup segan mati enggan adalah peribahasa Indonesia berupa sindiran untuk menggambarkan seseorang yang tidak berbuat apa-apa karena tak memiliki tujuan hidup. Senin, 11 September 2023.

Hal ini yang menjadikan titik berat dalam program Santri Interprenuer di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Saat ini, program Santri Interprenuer itu seolah menjadi momok bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat, terkhusus kaum santri.

Sebab, tudingan miring dilontarkan anggota DPRD Sumenep untuk program yang dinilai tidak jelas output-nya itu.

Sementara Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Sumenep, saat ini sudah memastikan para peserta pelatihan harus memiliki ‘Kartu Santri’ dalam program Santri Interprenuer.

Baca Juga :  Rapat Paripurna DPRD Sampang, 19 Anggota Dewan Absen

Tujuannya, agar lebel santri lebih melekat. Kepala Disbudporapar Sumenep, Moh. Iksan mengungkapkan, para peserta harus memiliki ‘Kartu Santri’.

Tujuannya, agar menjaga para peserta tidak berasal dari luar Kabupaten Sumenep.

Bahkan, kata Iksan, rekomendasi harus jelas dari pondok pesantren (Ponpes).

“Alhamdulillah sudah terpenuhi,” kata Iksan saat diwawancara MaduraPost belum lama ini, Senin (11/9).

Terpisah, anggota Komisi IV DPRD Sumenep, Masdawi menuding, jika program Santri Interprenuer tersebut hanya terkesan buang-buang anggaran.

“Jadi biar tidak terkesan buang-buang anggaran output-nya harus jelas,” kata Masdawi di Kantor DPRD Sumenep.

Seharusnya, kata Masdawi, hasil dari kerajinan program itu difasilitasi, bukan malah ‘bergaung’ saja.

“Jangan hanya bergaung doang. Coba saya mau lihat, emang nggak ada kan hasilnya,” ucap keras Masdawi.

Baca Juga :  4 Korban KLM Ditemukan Nelayan Giligenting

Pihaknya menilai, saat ini sejumlah daerah yang disebutkan menjadi pusat pelatihan Santri Interprenuer belum terlihat jelas hasilnya.

“Tetap stagnan kan seperti itu,” katanya.

Meski demikian, penambahan anggaran program Santri Interprenuer yang semula Rp1 miliar menjadi Rp1,2 miliar tetap dijalankan.

Akan tetapi, pihaknya berjanji akan lebih inten memonitoring kinerja dari hasil para peserta pelatihan.

“Saya cek nanti itu. Apakah melibatkan pihak ketiga, apa justru dikerjakan sendiri,” tutur Masdawi.

Menurut Masdawi, anggaran Rp1,2 miliar itu bukanlah budget sedikit dari program Santri Interprenuer tersebut.

“Justru ini anggaran besar loh,” ucapnya.

Setidaknya, harus ada tempat atau lokasi dari hasil kerajinan program Santri Interprenuer itu.

Baca Juga :  Sempat Mati Suri, Dewan Pendidikan di Bangkalan Kembali Diaktifkan

“Coba cek daerah lain seperti Jogjakarta dan Balikpapan, itu jelas loh ada tempatnya. Sementara di Sumenep ini belum terbentuk, bagaimana coba,” katanya.

Dia juga menanyakan, hasil karya blangkon dari program Santri Interprenuer yang ditaruh di tempat Koperasi UMKM Museum Keraton Sumenep belum laku.

“Coba lihat, laku nggak disitu. Wong saya tanyakan kemarin, hidup segan mati tak mau. Saya tanya sendiri itu kok, karena tidak punya pemasaran,” tudingnya.

Masdawi pun mengusulkan, agar program Santri Interprenuer mendapatkan hasil yang jelas, buatlah kawasan panjang untuk souvernir.

Tujuannya, agar terlihat bahwa hasil pelatihan itu memiliki output jelas dari program Santri Interprenuer.

“Dari pada anggaran hilang tanpa bekas,” singkatnya.***