Scroll untuk baca artikel
Ekonomi & Bisnis

Migas Masuk, Rumpon Nelayan Tenggelam di Pesisir Madura

Avatar
36
×

Migas Masuk, Rumpon Nelayan Tenggelam di Pesisir Madura

Sebarkan artikel ini
Hasil tangkapan layar salah satu video yang rusak milik nelayan di pesisir pantai utara madura (foti: istimewa for madurapost).

SAMPANG, MaduraPost Suara gelombang di pesisir utara Madura tak lagi sebising amarah para nelayan yang kehilangan mata pencahariannya. Mereka menuding dua korporasi raksasa, Petronas Carigali asal Malaysia dan mitranya PT Elnusa, sebagai biang keladi atas rusaknya puluhan rumpon di dasar laut yang selama ini menjadi tumpuan hidup. Kini, kemarahan itu akan dibawa ke darat dalam bentuk unjuk rasa besar-besaran di kantor SKK Migas Jatim, 14 Juli 2025 mendatang.

“Kami sudah cukup bersabar. Tapi kesabaran ada batasnya,” kata Faris Reza Malik, aktivis dari Kecamatan Banyuates yang dipercaya memimpin aksi.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Ia berbicara sambil menunjukkan foto-foto struktur rumpon yang hancur—rangkaian pipa, jaring, dan pelampung yang kini tinggal serpihan.

Rumpon atau rumah ikan rakitan yang ditanam nelayan tradisional di laut adalah sumber penghidupan utama bagi ratusan nelayan di sepanjang Pantura Madura. Namun semuanya berubah sejak Petronas dan Elnusa melakukan survei seismik untuk eksplorasi migas di kawasan itu.

Menurut para nelayan, getaran dari aktivitas eksplorasi itu menghancurkan lebih dari 30 rumpon milik warga di lima kecamatan: Pasean dan Batumarmar (Pamekasan), serta Sokobanah, Ketapang, dan Banyuates (Sampang).

Baca Juga :  Dispertahortbun Sumenep Pastikan Ketersediaan Pangan Selama Masa Pandemi Covid-19 Aman

“Bayangkan, satu rumpon bisa bernilai belasan juta rupiah. Itu dibangun dari tabungan kami selama berbulan-bulan,” kata Holik, nelayan asal Banyuates, yang mengaku dua rumpon miliknya kini tinggal kerangka.

Janji yang Tak Pernah Tiba

Pada awal 2024 lalu, kata Faris, pernah ada pertemuan antara perwakilan perusahaan, aparat keamanan, dan sejumlah tokoh nelayan. Dalam forum itu, Petronas melalui pihak ketiga menyampaikan kesediaan mengganti kerugian nelayan. Tapi hingga pertengahan 2025, tak satu pun bentuk kompensasi diterima. Bahkan, kata Faris, Nomor-nomor kontak mereka kini tak bisa dihubungi.

Media ini coba menelusuri dokumen-dokumen pertemuan yang disebut Faris. Dalam  rapat koordinasi antara pihak perusahaan, SKK Migas, dan nelayan yang difasilitasi oleh pemerintah daerah, memang pernah ada sosialisasi terkait pertemuan tersebut dan viral ditulis di beberapa media online. Namun, tindak lanjutnya nihil.

Baca Juga :  Pabrik Beton Milik PT Sejahtera Jaya Alim Mix di Sampang Dikeluhkan Warga

“Kalau hanya janji, kami sudah kenyang,” kata Imron Muslim, aktivis lingkungan dari Sokobanah yang turut memobilisasi massa. Menurutnya, SKK Migas sebagai lembaga negara mestinya tidak bersikap pasif.

SKK Migas jangan cuci tangan. Mereka punya fungsi pengawasan. Jangan jadi penonton saat rakyat dirugikan oleh investasi yang rakus,” ujarnya.

Tak Sekadar Masalah Sosial, Ini Juga Soal Hukum

Bukan cuma soal etika korporasi, tuntutan para nelayan berakar kuat pada regulasi hukum. Imron menunjuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Migas Nomor 22 Tahun 2001. Dalam Pasal 27 dan 40 disebutkan, setiap pelaku usaha yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kerugian sosial wajib memberikan ganti rugi.

Ada pula Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, yang secara eksplisit menyebutkan kewajiban perusahaan untuk memperhatikan dampak sosial dan ekologi dari kegiatan seismik di laut.

“Ini bukan sekadar tanggung jawab moral. Ini soal hukum. Kami akan bawa dokumen dan pasal-pasal ini saat aksi,” ujar Imron.

Baca Juga :  Keluarga Besar Puskesmas Robatal Sampang Mengucapkan, Dirgahayu RI ke-75

Dokumen kerusakan pun telah dikumpulkan. Tim investigasi  sempat melihat rekapan visual dan data rumpon yang rusak dari tim advokasi nelayan. Tercatat 34 rumpon dari 68 nelayan yang dilaporkan rusak dalam dua gelombang eksplorasi seismik sepanjang 2024.

Negara Diam, Rakyat Bergerak

Rencana aksi yang akan digelar di Surabaya bukan yang pertama. Namun kali ini, para penggerak menyebut, skala dan tuntutannya berbeda. Mereka telah menyusun dokumen kronologi, menggalang dukungan organisasi sipil, dan bahkan menyiapkan opsi gugatan hukum kolektif.

“Kalau negara tidak hadir, kami akan ambil alih. Eksploitasi sumber daya alam tak boleh menghancurkan kehidupan masyarakat pesisir,” kata Faris.

Ia juga menyebut sejumlah nelayan menuntut dihentikannya sementara operasi eksplorasi Petronas di kawasan laut Madura.

Hingga laporan ini diturunkan, pihak Petronas Carigali maupun PT Elnusa belum memberikan tanggapan resmi. SKK Migas Jatim juga belum merespons permintaan wawancara yang dilayangkan media ini.