SUMENEP, MaduraPost – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah, merespon penuh pembubaran Badan Pengembangan Wilayah Surabaya Madura (BPWS). Dia lebih menggodok agar percepatan pembangunan Madura melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Mengoreksi jalannya pendekatan pembangunan di Pulau Madura. Sejak diresmikannya BPWS tahun 2008 sampai sekarang, lebih dari dua belas tahun, kawasan Madura masih menjadi kawasan dengan tingkat kemiskinan paling tinggi di Jawa Timur,” ungkap Said, pada media, Senin (30/11).
Dalam sejarahnya, pada tahun 2003, Presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri mencanangkan pembangunan Jembatan Suramadu, yang menghubungkan Surabaya dan Bangkalan, Madura.
Kemudian, lima tahun berikutnya pembangunan Jembatan Suramadu terselesaikan pengerjaannya, dan di resmikan oleh Presiden keenam Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Seiring dengan selesainya pembangunan Suramadu, Presiden SBY membentuk BPWS melalui Peraturan Presiden (PP) nomor 27 tahun 2008 jo PP nomor 23 tahun 2009.
Menurut Said, mencermati kerangka kerja yang ada, BPWS lebih terkonsentrasi pada pembangunan infrastruktur.
“Bahwa benar kawasan Madura membutuhkan percepatan pembangunan infrastruktur, akan tetapi infrastruktur bukan satu satunya pendekatan untuk melakukan percepatan pembangunan di Madura,” terangnya.
Dia menerangkan, dengan menggunakan pendekatan infrastruktur justru akan mendorong penghisapan sumber daya yang dimiliki oleh rakyat Madura ke pusat pertumbuhan ekonomi di luar Madura.
“Pembangunan dengan model trickle down effect ini telah lama membuahkan kritik, karena tidak menghasilkan kemakmuran bagi wilayah satelit,” ujar dia.
Said menilai, percepatan pembangunan di kawasan Madura membutuhkan pendekatan terintegrasi, baik infrastruktur, sumber daya manusia, sumber daya alam, budaya-agama, lingkungan dan maritim.
Secara basis, kata Said, penumbuhan potensi antar kawasan di lingkup Madura dalam satu zona, output dan outcomenya adalah pemajuan rakyat dan kawasan Madura di semua sektor. Diantaranya pembangunan manusia, budaya, ekonomi, dan lingkungan.
“Atas dasar pendekatan inilah, maka saya memandang penting,” katanya.
Said juga merinci, pada tahun 2019, kemiskinan di Bangkalan mencapai 18,9 persen, Sampang 20,71 persen, Pamekasan 13,95 persen dan Sumenep 19,48 persen.
Dari data itulah, alih-alih melakukan percepatan pembangunan, keberadaan BPWS malah seolah tiada arti bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Madura.
“Untuk itu, saya setuju dengan langkah pemerintah membubarkan BPWS,” tegasnya.
Sebagai konsekuensi atas pembubaran BPWS, pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah untuk menjadikan Madura sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Dia menerangkan, penetapan KEK Madura dapat bertumpu pada potensi Madura sebagai bagian penopang komoditas strategis nasional, seperti garam, tembakau, ternak sapi dan jagung.
“Langkah ini sejalan dengan agenda pemerintah untuk memperkuat ekonomi daerah sebagai penopang ekspor nasional,” paparnya.
Disamping itu, pembentukan KEK Madura harus bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat Madura, dimana skala usaha UMKM harus menjadi tulang punggungnya.
Karena itu, lanjut Said, alokasi sumber daya dan insentif harus tertuju pada pelaku pelaku UMKM se kawasan Madura yang handal, berdaya saing dan mampu menyerap lapangan kerja baru.
“Percepatan pembangunan di Madura harus ditempatkan dalam kerangka penghormatan, penguatan dan pelestarian modal sosial dan budaya,” tutur Said.
Selain itu, sebagai kawasan yang meletakkan agama dan tradisi sangat tinggi, maka pembangunan ekonomi Madura harus diletakkan dalam pelestrarian identitas, sehingga kemajuan Madura adalah kemajuan pembangunan yang tanpa kehilangan jati diri.
“Demikian rekomendasi saya, kiranya dapat memberi pertimbangan yang berarti bagi pemerintah. Sebab sejak lahir, kecil dan tumbuh sampai sekarang dan menjadi wakil rakyat dari Dapil XI Jawa Timur, yang meliputi seluruh wilayah Madura sangat berkewajiban untuk menyampaikan rekomendasi ini,” pungkasnya. (Mp/al)