SAMPANG, MaduraPost – Pagi itu, ruang kerja sederhana milik Sohebus Sulton di Gedung DPRD Kabupaten Sampang terasa berbeda. Di atas mejanya tergeletak beberapa buku catatan lusuh—hadiah kecil dari sejumlah guru yang pernah mengajarnya.
“Ini yang selalu saya simpan,” ujarnya pelan.
“Supaya saya ingat, tidak ada jabatan apa pun yang bisa saya capai tanpa peran seorang guru.”
Dalam momentum Hari Guru Nasional, anggota DPRD Sampang tersebut menyampaikan refleksi mendalam tentang perjuangan para guru, terutama mereka yang bertugas di desa-desa dan pelosok Madura yang jauh dari hiruk pikuk kota. Bagi Sohebus Sulton, guru bukan sekadar pendidik di ruang kelas, tetapi fondasi sosial yang menopang masa depan daerah.
Kenangan yang Menumbuhkan Empati
Sohebus masih ingat betul bagaimana ia dulu bersekolah dengan fasilitas terbatas. Di sekolah dasar tempatnya menimba ilmu, papan tulis sering kali bolong, dan para guru harus merogoh kantong sendiri untuk membeli kapur.
“Mereka mengajari saya bukan hanya membaca. Mereka mengajari saya menjadi manusia,” ceritanya.
Kenangan itu, katanya, menjadi alasan mengapa ia kerap memperjuangkan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan di Sampang—mulai dari fasilitas sekolah, insentif guru honorer, hingga keberpihakan anggaran untuk pelatihan guru.
Perjuangan Guru di Tengah Keterbatasan
Dalam refleksinya, Sohebus menyoroti kondisi guru di sejumlah kecamatan terpencil seperti Karang Penang, Robatal, Sokobanah dan kecamatan lainnya di Kabupaten Sampang. Banyak dari mereka harus menempuh perjalanan belasan kilometer setiap hari, melewati jalan berbatu dan licin, hanya untuk memastikan anak-anak tetap mendapatkan pendidikan.
“Di sana, guru adalah pahlawan yang bahkan masyarakat tidak selalu sempat menyorotnya,” katanya.
“Tapi mereka tetap datang, tetap mengajar, dan tetap menaruh harapan yang besar pada anak-anak Sampang.”
Menurutnya, komitmen para pendidik inilah yang harus menjadi inspirasi bagi semua pihak—pemerintah, orang tua, hingga masyarakat luas.
Pesan untuk Hari Guru: Mengajar adalah Ibadah Sosial
Di momen Hari Guru Nasional tahun ini, Sohebus Sulton mengajak seluruh elemen untuk kembali menempatkan guru sebagai figur yang patut dihargai dan didukung. Baginya, profesi guru bukan hanya pekerjaan, tetapi ibadah sosial yang membentuk peradaban Madura.
“Tidak ada daerah yang maju tanpa guru yang kuat,” tutur anggota dewan yang dikenal dekat dengan kalangan pendidik itu.
“Hari Guru bukan hanya perayaan, tetapi pengingat bahwa masa depan Sampang lahir dari ruang-ruang kelas, dari tangan-tangan guru yang setiap hari membentuk karakter generasi kita.”
Ia juga mengajak seluruh masyarakat Sampang untuk sekadar mengucapkan terima kasih kepada guru-guru mereka, hal kecil yang sering kali bermakna besar.
Harapan untuk Masa Depan Pendidikan Sampang
Menutup pesannya, Sohebus menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan peningkatan kualitas pendidikan di Sampang. Fokusnya mencakup perbaikan fasilitas sekolah, kesejahteraan guru, dan penguatan kompetensi pendidik agar tidak tertinggal dalam perkembangan zaman.
“Kalau guru-guru kita kuat, anak-anak kita akan tumbuh dengan percaya diri. Dan jika anak-anak kita maju, Sampang akan maju,” ujarnya.
Dalam suasana peringatan Hari Guru Nasional, pesan Sohebus Sulton menggema sebagai refleksi sekaligus pengingat: bahwa kemajuan daerah bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau dewan, tetapi juga amanah yang diwariskan oleh para guru melalui setiap pelajaran yang pernah mereka tanamkan.






