SUMENEP, MaduraPost – Kejari Sumenep, Madura, Jawa Timur, memilih bungkam atas kasus dugaan pemerasan puluhan juta yang dilakukan Jaksa Hanis Aristya Hermawan.
Bahkan, hingga detik ini upaya konfirmasi wartawan kepada pihak Kejari Sumenep tak digubris sama sekali.
Parahnya, Jaksa Hanis juga memblokir nomor kontak wartawan saat hendak melakukan upaya konfirmasi.
Begitu juga Kasi Intel Kejari Sumenep, Moch. Indra Subrata, yang sebelumnya menyebut jika sejumlah media online tengah memberitakan kebohongan besar atas perkara mendiang Zainol Hayat.
Berulang kali, media ini melakukan upaya konfirmasi, namun tak juga ada hasil. Lagi-lagi, Kepala Kejari Sumenep, Trimo, ikut-ikutan memblokir nomor pewarta.
Hal ini yang kemudian menyisakan kesan buruk bagi Trimo di akhir masa jabatannya di Sumenep.
Setelah kurang lebih 2 tahun menjabat sebagai Kepala Kejari Sumenep, Trimo resmi dipindah tugaskan sebagai Kepala Subdirektorat Eksekusi dan Eksaminasi pada Direktorat Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Orhada) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kejaksaan Agung RI.
Sedangkan Kepala Kejari Sumenep akan dijabat oleh Sigit Waseso, yang sebelumnya menjabat Kepala Kejari Tual.
Dugaan kasus pemerasan yang melibatkan Jaksa Hanis, seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, memang menggegerkan publik belakangan ini.
Jaksa Hanis diduga meminta uang sebesar Rp30 juta dari keluarga Moh. Rofi’ie, ayah dari Zainol Hayat, seorang tersangka dalam kasus penyalahgunaan Pil YY.
Berdasarkan keterangan Rofi’ie, Hanis meminta uang tersebut dengan janji akan meringankan vonis terhadap Zainol Hayat.
Rofi’ie mengaku hanya mampu mengumpulkan Rp22 juta, yang merupakan hasil pinjaman dari tetangga.
Uang tersebut akhirnya diserahkan kepada Hanis dalam pecahan receh setelah sebelumnya ditolak oleh Hanis karena pecahan kecilnya.
“Kami sudah klarifikasi juga. Intinya seperti itu. Kami sudah klarifikasi, dan uang itu tidak ada,” dalih Kasi Intel Kejari Sumenep, Moch. Indra Subrata, yang diduga melindungi rekannya, saat dikonfirmasi oleh media pada Kamis (6/6).
Namun, klaim Indra bertentangan dengan pengakuan Rofi’ie yang menyatakan bahwa Jaksa Hanis berulang kali memintanya menyerahkan uang kepada berbagai pihak di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, termasuk Muhammad Arief Fatony, Humas PN Sumenep, dan Zaini, seorang panitera di pengadilan tersebut.
Kedua pihak tersebut membantah menerima uang tersebut dan mengaku telah mengembalikannya kepada Rofi’ie.
Hakim Arief mengungkapkan bahwa ia telah menginstruksikan Zaini untuk mengembalikan uang tersebut kepada Rofi’ie dan menasihatinya untuk menyimpan uang tersebut guna membayar denda jika diperlukan setelah putusan pengadilan.
“Saat bertemu di pengadilan, Pak Zaini mau mengembalikan uang itu. Tetapi saya menolak,” ujar Rofi’ie, yang merasa dipingpong oleh berbagai pihak terkait kasus tersebut.
Situasi semakin rumit ketika Zainol Hayat meninggal dunia di RSUD Moh. Anwar sebelum perkaranya divonis. Kasus ini terus memanas, dengan berbagai pihak saling lempar tanggung jawab.
Kejaksaan Negeri Sumenep kini berada di bawah sorotan tajam, dengan tuntutan transparansi dan keadilan dari publik.
Kasus ini juga mencuatkan pertanyaan besar mengenai integritas dan profesionalisme di kalangan aparat penegak hukum di Sumenep.***






