Scroll untuk baca artikel
Headline

Kapolda Jatim Klarifikasi Soal Insiden dengan Jurnalis

Avatar
10
×

Kapolda Jatim Klarifikasi Soal Insiden dengan Jurnalis

Sebarkan artikel ini
SEREMONI. Potret sejumlah jurnalis yang ada di wilayah kerja Sumenep bersama Kapolda Jatim, Irjen Pol Nanang Avianto, saat berfoto bersama. (Istimewa for MaduraPost)
SEREMONI. Potret sejumlah jurnalis yang ada di wilayah kerja Sumenep bersama Kapolda Jatim, Irjen Pol Nanang Avianto, saat berfoto bersama. (Istimewa for MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur (Kapolda Jatim), Irjen Pol Nanang Avianto, akhirnya merespons dugaan kekerasan yang menimpa jurnalis.

Dalam keterangannya, ia menyebut peristiwa tersebut bukanlah representasi dari lembaga kepolisian secara keseluruhan, melainkan ulah individu yang bertindak menyimpang.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

“Mungkin itu perilaku pribadi dari satu-dua orang saja, jumlahnya sangat kecil,” ujar Irjen Nanang kepada wartawan saat berkunjung ke Sumenep, Selasa (8/4).

Ia juga meminta agar kejadian ini tidak dianggap mewakili keseluruhan institusi.

“Tolong jangan dibesar-besarkan. Persentasenya kecil sekali kok,” tambahnya.

Pernyataan tersebut mendapat sorotan publik, terutama dari komunitas pers yang menilai komentar itu justru meremehkan persoalan serius yang mengancam kerja jurnalistik dan kebebasan informasi.

Baca Juga :  LKKN Berkibar di Kabupaten Pamekasan, Siap Mengawal Kebijakan Pemerintah BERBAUR

Meski demikian, Irjen Nanang menyatakan bahwa proses hukum tetap dijalankan terhadap anggota yang terlibat.

“Kami sudah menindak secara internal terhadap yang bersangkutan,” ujarnya lagi.

Ia juga mengingatkan bahwa semua warga negara memiliki posisi yang sama di hadapan hukum.

“Hukum itu berlaku untuk semua, tak peduli siapa dia,” katanya.

Walaupun disampaikan dengan kalimat ringan, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa institusi kepolisian tidak sepenuhnya mengabaikan kasus ini.

Namun, bagi kalangan jurnalis dan masyarakat umum, yang ditunggu bukan sekadar ucapan, melainkan langkah nyata.

Dalam konteks keterbukaan informasi, kekerasan terhadap pekerja media dinilai sebagai bentuk ancaman terhadap demokrasi itu sendiri.

“Kalau benar ini hanya ulah segelintir orang, mestinya aparat bisa menunjukkan tindakan tegas dan terbuka,” kata Miftahol Hendra Efendi, jurnalis dari MaduraPost.

Baca Juga :  Program BPNT dan PKH Desa Bicorong Diduga Dimonopoli Pendamping, Kades Tidak Punya Data

Ia juga mengingatkan bahwa meski hanya satu kasus, dampaknya bisa sangat luas.

“Jangan anggap remeh. Kepercayaan publik bisa rusak karena satu insiden saja. Kami ingin melihat tindakan nyata dari pihak kepolisian,” tegasnya.

Sebagai catatan, sepanjang Maret hingga April 2025, tercatat tiga insiden serius yang melibatkan jurnalis. Dua di antaranya bahkan berujung pada kematian.

Kasus pertama menimpa Juwita (23), wartawati Newsway.co.id, yang ditemukan tak bernyawa di Jalan Gunung Kupang, Banjarbaru, pada 22 Maret 2025.

Pelaku pembunuhan diduga adalah kekasihnya sendiri, anggota TNI AL berpangkat Kelasi Satu, bernama Jumran alias J.

Baca Juga :  Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo : Bata Bata Tempat Pertempuran yang Tidak Terkalahkan

Selanjutnya, Situr Wijaya (33), jurnalis media daring, ditemukan tewas dalam kamar hotel di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada malam 4 April 2025.

Keluarganya yang curiga atas kondisi jenazah memutuskan melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya sehari kemudian.

Insiden ketiga melibatkan fotografer LKBN Antara, Makna Zaezar, yang mendapat perlakuan kekerasan saat meliput kunjungan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Semarang, pada 5 April 2025. Diduga, pelaku adalah salah satu ajudan Kapolri yang ikut dalam pengamanan.

Rangkaian kasus tersebut menjadi cermin bahwa keselamatan jurnalis kini tengah dipertaruhkan di tengah iklim demokrasi yang seharusnya menjamin kebebasan pers.***