SUMENEP, MaduraPost – Kepala Desa Kebonagung, Kecamatan Kota Sumenep, Bustanol Affa, angkat bicara terkait pemberitaan yang menyudutkan pemerintah desa soal dugaan penyerobotan lahan.
Ia menepis keras tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa tindakan itu tidak mungkin dilakukan oleh pihaknya.
“Mana mungkin pemerintah desa menyerobot tanah? Tugas kami justru menjaga wilayah berdasarkan data resmi yang ada,” kata Kades Tano saat diwawancarai media pada Sabtu (26/4) sore.
Kades Tano memaparkan, masalah ini muncul karena adanya klaim kepemilikan lahan oleh dua pihak, yakni Perhutani dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris Yayasan Panembahan Sumolo.
Perhutani mengklaim berdasarkan peta tugas wilayah mereka, sementara pihak Yayasan Panembahan Sumolo hanya mengandalkan bukti berupa gambar dari citra satelit dan riwayat turun-temurun yang tak disertai dokumen hukum sah.
“Kami mengacu pada peta desa, peta blok, dan dokumen yang dilengkapi Nomor Objek Pajak (NOP). Bukan sekadar klaim lisan tanpa dasar,” ujarnya menambahkan.
Di tahun 2023 lalu, dalam forum rapat Asosiasi Kepala Desa (AKD) bersama sejumlah instansi seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), LSM, serta awak media, Kades Tano mendesak pihak Perhutani, khususnya Asisten Perhutani (Asper), untuk menunjukkan bukti legal formal atas klaim mereka.
“Kami minta tunjukkan legal standing, bukan hanya peta kerja atau asumsi semata. Kalau mengklaim tanah itu milik negara, buktikan dengan dokumen resmi,” ujar Kades Tano dengan nada tegas.
Kades Tano juga mengecam tindakan Perhutani yang memasang patok-patok di wilayah desa tanpa ada pemberitahuan atau koordinasi sebelumnya.
“BPN saja dalam mengembalikan batas tanah wajib berkoordinasi dengan pemerintah desa. Masa Perhutani bisa seenaknya pasang patok? Ini bukan soal siapa yang lebih berkuasa, melainkan soal siapa yang memegang data yang sah,” imbuhnya.
Ia juga menegaskan, pemerintah desa tidak memiliki kepentingan pribadi atas lahan yang dipermasalahkan tersebut.
“Kami semata-mata melindungi hak garap warga desa. Pemerintah desa tidak diuntungkan atau dirugikan dalam perkara ini. Prinsip kami, setiap klaim harus berbasis pada data valid, bukan sekadar klaim sepihak,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Perum Perhutani Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Madura Timur resmi melaporkan dugaan penyerobotan kawasan hutan negara di Desa Kebunagung kepada aparat kepolisian.
Laporan tersebut sudah diajukan sejak tahun 2022 dan hingga kini masih ditangani oleh Polres Sumenep.
Asisten Perhutani (Asper)/Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH) Madura Timur, H. Rifa’i menjelaskan, bahwa lokasi yang dipermasalahkan berada di Petak 48, yang merupakan bagian dari kawasan hutan negara yang dikelola Perhutani.
Kawasan ini, menurutnya, berstatus sebagai Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) yang berfungsi melestarikan sumber mata air.
“Dasar kami melakukan patroli dan pemeriksaan di sana adalah peta kerja resmi. Tapi kami menemukan adanya aktivitas Galian C di lokasi tersebut,” ungkap Rifa’i saat diwawancarai pada Selasa (23/4/2025) sore.
Rifa’i menuding bahwa kegiatan Galian C itu diduga kuat dilakukan oleh Kepala Desa Kebonagung, Bustanul Affa.
Ia mengaku, pendekatan persuasif telah diupayakan sejak lama, bahkan sejak masa Asper sebelumnya, Dasirin, namun tidak membuahkan hasil. Ia menyebut justru terjadi penolakan dari pihak kepala desa.
“Pak Kades berdalih bahwa lahan itu adalah kawasan pemajekan. Tapi kami punya bukti kuat bahwa itu adalah hutan negara, termasuk peta kerja dan Berita Acara Tata Batas (BATB) yang melibatkan pemerintah kabupaten dan provinsi,” ujarnya.
Karena tidak ada titik temu, Perhutani akhirnya membawa kasus ini ke jalur hukum. Mereka telah menerima dua kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari kepolisian.
“Walaupun laporan sudah kami ajukan, aktivitas Galian C tetap berlangsung. Saya pribadi bahkan pernah diintimidasi oleh Kepala Desa hingga hampir terjadi kekerasan fisik, namun saat itu saya didampingi penyidik dari Polres,” beber Rifa’i.
Menurut Rifa’i, area Galian C tersebut mencakup sekitar 2 hektare, dan aktivitas penggalian sudah berlangsung sejak tahun 2021, sebelum akhirnya dilaporkan pada tahun 2022.
Ia menambahkan, bahwa Perhutani juga telah mengadukan persoalan ini ke DPRD Sumenep dan saat ini tengah mempersiapkan surat resmi sesuai permintaan dewan.
Rifa’i menekankan, laporan ini bukan bermaksud untuk menyerang individu tertentu, melainkan merupakan kewajiban institusi Perhutani berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Kalau kami diam, kami yang bersalah. Ini aset negara, bukan milik pribadi. Kami berkewajiban melaporkan jika ada upaya perusakan,” tandasnya.***
Penulis : Miftahol Hendra Efendi
Editor : Nurus Solehen
Sumber Berita : Redaksi MaduraPost