SUMENEP, MaduraPost – Ricuhnya mahasiswa yang tergabung dalam Front Keluarga Mahasiswa Sumenep (FKMS) membuat Jurnalis MaduraPost.net menerima perlakuan yang kurang mengenakkan dari aparat penegak hukum dalam melakukan peliputan.
Pasalnya, Jurnalis MaduraPost.net yang tengah melakukan peliputan aksi itu dijegat anggota polisi untuk tidak melakukan peliputan diciduknya sejumlah massa aksi ke Mapolres setempat.
Padahal, dalam tindakan menghalangi kegiatan jurnalistik jelas diatur di dalam Undang-Undang (UU) Pers nomor 40 tahun 1999 pada pasal 18 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana, dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
“Jangan diliput, sudahlah jangan,” ucap polisi yang dalam hal ini diduga sebagai anggota Humas Polres Sumenep, Selasa (1/6).
Untuk diketahui, tepat di hari lahir Pancasila yang jatuh pada Selasa 1 Juni 2021, mahasiswa yang tergabung dalam FKMS gelar aksi tunggal di Mapolres Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Aksi tunggal tersebut digelar oleh satu anggota FKMS, Abdul Mahmud, di depan Mapolres setempat. Sayangnya aksi itu tak berlangsung lama sebelum akhirnya dibubarkan oleh aparat kepolisian.
Abdul mengatakan, aksi itu dilakukan sebagai refleksi kelahiran Pancasila, sekaligus menyoal salah satu kasus yang tak kunjung selesai di Bumi Sumekar itu, yakni kongkalikong dugaan korupsi gedung Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumenep.
“Saya ingin menyampaikan, ini momentum kesakralan bagi kita bangsa Indonesia, lebih-lebih mahasiswa. FKMS mengkaji keadilan di Sumenep. Institusi di Kabupaten Sumenep lemah menegakkan hukum seadilnya-adilnya. Sementara maling ayam, maling telur, diberikan hukuman seberat-beratnya,” ucap Korlap aksi tersebut, saat diwawancara sejumlah media, Selasa (1/6)
Meski begitu, dia menyadari jika aksi tersebut telah melanggar aturan yang ada, yakni Undang-Undang (UU) nomor 9 tahun 1998 tentang penyampaian aspirasi keterbukaan publik.
“Ini memang melanggar aturan. Kita menyampaikan aspirasi di objek vital, yakni pada hari libur nasional. Tapi ini menurut saya adalah hal yang lebih subtantif lagi bagaimana menyampaikan kepastian hukum pada masyarakat Sumenep,” katanya.
Sementara itu, menurut polisi aksi yang dilangsungkan mahasiswa tersebut mutlak telah melanggar aturan menyampaikan aspirasi di muka umum.
“Mahasiswa ini sudah tidak sejalan dengan menyampaikan pendapat dari aturan yang ada, maka kami bubarkan,” terang Waka Polres Sumenep, Kompol Palma Fitria Fahlevi pada media.






