SUMENEP, MaduraPost – Sengketa pergantian kWh meter yang melibatkan Jailani hingga kini belum menemui kejelasan.
Meski lebih dari sepekan telah berlalu sejak Jailani menyampaikan aduannya ke kantor ULP PLN Sumenep, perkembangan penyelesaian kasus tersebut masih stagnan, tanpa langkah konkret.
ULP PLN Sumenep sebelumnya sempat menjanjikan upaya mediasi antara Jailani dan Bunahwi dengan tiga pihak lain, yakni Benny, Dani, dan Iksan.
Namun, realisasi dari janji itu tak kunjung terwujud. Tak ada mediasi, tak ada pembicaraan resmi, hanya sekadar janji yang menggantung di udara.
Sementara itu, tiga nama yang disebut-sebut sebagai sosok kunci dalam persoalan ini, Dani (alias Achmad Hamdani, diduga pelaku utama), Benny (pegawai P2TL PLN), dan Iksan (yang membawa surat kuasa atas nama Bunahwi) tiba-tiba lenyap tanpa kabar. Tidak diketahui di mana keberadaan mereka kini.
Kasus ini bahkan telah bergulir hingga ke tingkat UP3 PLN Madura. Pihak UP3 OLN Madura terpaksa mengeluarkan pernyataan resmi atau holding statement pada Jumat (25/4/2025), namun bukannya memberi kejelasan, pernyataan tersebut justru semakin menimbulkan banyak tanda tanya.
Berikut bunyi pernyataan resmi yang dirilis UP3 PLN Madura:
Sumenep, 25 April 2025 – Menanggapi adanya keluhan dan pemberitaan terkait pelanggan atas nama Bunahwi dan Jailani mengenai denda susulan P2TL di lokasi “Tambak Udang Rusilawati”, Manager Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN Sumenep, Pangky Yonkynata, memberikan klarifikasi sebagai berikut.
Pada 14 April 2025, pelanggan tersebut terindikasi melakukan pelanggaran berupa sambungan listrik langsung tanpa menggunakan kWh meter. Sesuai prosedur, PLN kemudian melakukan tindakan penormalan dengan memasang kWh meter baru serta memanggil pelanggan untuk penyelesaian masalah.
Namun, pada 16 April 2025, muncul individu bernama Dani yang mengklaim mewakili pelanggan dan menawarkan penyelesaian di luar mekanisme resmi.
PLN menegaskan bahwa Dani bukanlah karyawan PLN. Ia adalah mantan pegawai PT Haleyora, perusahaan rekanan PLN, yang sudah resmi mengundurkan diri pada Februari 2025. Karena itu, semua tindakan yang dilakukan oleh Dani tidak ada kaitannya dengan prosedur resmi PLN.
“Kami pastikan bahwa PLN tidak terlibat dalam tindakan yang dilakukan oleh oknum tersebut. Baik PLN maupun PT Haleyora telah berupaya memfasilitasi agar Dani bertanggung jawab atas perbuatannya,” tegas Pangky Yongkynanta, Manager PLN ULP Sumenep.
PLN juga mengingatkan seluruh pelanggan untuk senantiasa berpegang pada jalur resmi dalam setiap urusan dengan PLN serta menghindari menggunakan jasa perantara tidak resmi. Untuk mendapatkan layanan dan informasi resmi, pelanggan dapat mengakses kanal resmi PLN atau menghubungi PLN 123.
Upaya ini, menurut UP3 PLN Madura, adalah bagian dari komitmen untuk menjaga transparansi, profesionalisme, dan melindungi hak pelanggan.
Namun, jika membaca isi holding statement tersebut secara seksama, banyak kejanggalan yang muncul. Tidak ada satu pun dari ketiga nama yang disebut-sebut berperan dalam persoalan ini diungkapkan secara gamblang.
Seolah-olah, masalah ini disederhanakan hanya menjadi konflik administratif antara Jailani dan PLN.
Hingga kini, penyelesaian kasus belum juga terlihat. Tidak ada kepastian hukum, tidak ada pihak yang secara tegas bertanggung jawab. Persoalan ini terus saja berlarut-larut, seperti sengaja dibiarkan tanpa penyelesaian.
Pertanyaannya, ada apa sebenarnya di tubuh PLN?
Apakah sistem pengawasan internal mereka begitu rapuh, sehingga satu kasus kecil saja tak mampu dituntaskan?
Atau lebih mengkhawatirkan lagi, mungkinkah ada sesuatu yang sedang disembunyikan?
Jika untuk kasus sederhana seperti ini PLN tampak kewalahan, bagaimana masyarakat bisa mempercayai janji mereka soal transparansi dan profesionalisme?.***






