SAMPANG, MaduraPost – Dibalik kerimbunan Hutan Kera Nepa di Desa Batioh, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, tersembunyi kisah heroik Raden Segoro dan ibu kandungnya, Dewi Ratna Rorogung, yang berhasil lolos dari usaha pembunuhan yang diperintahkan oleh Maharaja Kerajaan Medang, Prabu Sangyangtunggal.
Kisah ini tidak hanya membuka lembaran sejarah tetapi juga menjelaskan asal-usul hutan yang kini menjadi tempat berkumpulnya kera-kera jinak dan destinasi wisata unik.
Patih Pranggulang, sang pelaksana perintah pembunuhan, berubah hati setelah menyadari ketidakbersalahan Dewi Ratna dan memutuskan untuk melindunginya.
Mereka berdua, bersama bayi Raden Segoro, berpindah-pindah mencari perlindungan dalam kedalaman hutan dan akhirnya menetap di sebuah pemukiman yang dikelilingi oleh hutan bakau.
Seiring berjalannya waktu, Raden Segoro tumbuh besar dan berhasil berdamai dengan kakeknya, Prabu Sangyangtunggal, namun tak lama setelah pertemuan itu, Prabu harus kembali ke kerajaan untuk menghadapi ancaman musuh.
Pemukiman Raden Segoro kemudian menjadi tempat bagi kera-kera yang hidup damai bersama manusia dan menjadikan hutan ini sebagai tempat tinggal mereka.
Hari ini, Hutan Kera Nepa menjadi wisata alam yang menarik bagi pengunjung yang ingin menyaksikan interaksi unik antara manusia dan kera.
Menurut tokoh masyarakat setempat, H. Ali, bekas fondasi bangunan yang terkubur menunjukkan bahwa hutan ini pernah menjadi hunian penduduk kerajaan di masa lalu.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang mengkonfirmasi adanya petilasan atau bekas pemukiman di dalam hutan.
Kepala Desa Batioh, Suud Ali, menegaskan bahwa Hutan Kera Nepa adalah salah satu wisata tertua di Kabupaten Sampang dan memiliki nilai sejarah yang penting.
Meskipun demikian, optimalisasi wisata di daerah ini masih terbatas, dengan pengunjung hanya dikenakan biaya parkir sebagai retribusi.
Pengelolaan wisata juga melibatkan masyarakat lokal, termasuk juru kunci hutan yang memiliki tugas khusus untuk memanggil kera bagi pengunjung.
Ini menjadi salah satu daya tarik utama, menunjukkan hubungan harmonis antara manusia dan alam.***