SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Politik

Dua Anggota DPR-RI Fraksi PKS Dinilai Gagal Faham Soal Permendikbud Tentang Seksual

Avatar
×

Dua Anggota DPR-RI Fraksi PKS Dinilai Gagal Faham Soal Permendikbud Tentang Seksual

Sebarkan artikel ini
Mantan Aktivis GMNI dan Sekretaris Institut Sarinah Diah Puspitasari

JAKARTA, MaduraPost – Salah seorang mantan Aktivis GMNI Diah Puspitasari anggap dua anggota DPR – RI dari Fraksi PKS Ledia Hanifah dan Sakinah Al-Jufri simplifikatif dalam menafsirkan Permendikbud No. 30 Pasal 3 tahun 2021 tentang penanganan kekerasan seksual.

Menurut Diah Puspitasari, apa yang disampaikan oleh anggota DPR – RI yang melegalkan zina jika terjadi sexual concent itu merupakan asumsi yang menyesatkan tanpa mengindahkan keberpihakan terhadap korban.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

“Justru, asumsinya (Ledia Hanifah, red) itu menimbulkan kegaduhan di publik, dan seolah-olah regulasi atau peraturan tersebut dibuat untuk melegalkan perzinahan,” ucapnya, Selasa (9/11/2021).

Padahal, terang dia, peraturan tersebut sama sekali bukan untuk melegalkan perzinahan. Ia menganggap kalau tafsir Dewan mengenai pasal dalam peraturan itu sangat tidak bijak dan hanya akan menggiring opini Publik mengenai pasal dalam peraturan itu.

Baca Juga :  17 Janji Politik Bupati Pamekasan Viral di WhatsApp, Rata-rata Programnya Gagal

“Mengenai peraturan itu, Ibu Dewan yang terhormat perlu memahami secara komprehensif, sebab sexual concent itu dilakukan atas dasar kesadaran penuh bukan dalam false consciousness (kesadaran palsu). Misalnya dalam pengaruh obat-obatan atau minuman keras yang diberikan oleh pelaku,” terangnya.

Diah Puspitasari menegaskan dan meminta kepada anggota DPR tersebut lebih memahami perbedaan dan peruntukan dari Permendikbud tersebut. Karena kata dia, peraturan itu bukan semata-mata untuk pelegalan zina seperti apa yang disampaikan (Anggota DPR-RI Fraksi PKS, red).

“Kalau zina itu jelas perkara berbeda dengan sexual concent yang dimaksud dalam regulasi tersebut. Zina dilihat dari norma, sedangkan sexual concent dalam perkara Penghapusan Kekerasan Seksual itu merupakan hak asasi individu yang jelas secara konstitusional dilindungi oleh hukum yang berlaku di Negara kita,” tegasnya.

Baca Juga :  Fattah Jasin Dianggap Sebar Hoaks dan Dinilai Tidak Pantas Jadi Bupati Sumenep

Selain itu, Diah Puspitasari juga menyayangkan ungkapan Sakinah Al-Jufri selaku anggota DPR-RI dari Partai yang sama (PKS) yang menyatakan bahwa membuat satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual adalah beban baru bagi masyarakat kampus.

“Bukankah sudah menjadi kewajiban masyarakat kampus atas perwujudan nilai-nilai Pancasila khususnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa diskriminasi gender. Saya pikir, hal ini adalah bagian integratif dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi secara konkret,” kata Sekretaris Institut Sarinah tersebut.

Menurutnya, tidak seharusnya anggota-anggota dewan tersebut menggiring opini publik untuk menolak realisasi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi hanya karena berbeda sudut pandang konseptual.

Baca Juga :  Mantan Kades Jelgung Sampang Ikut Terjaring OTT KPK, Diduga Berkaitan Dengan Program Pokmas

“Saya pikir, asumsi Ibu Dewan itu tidak memiliki landasan yang kuat atau bahkan tawaran solusi konkret jika memang pembentukan satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus dirasa menjadi beban kampus. Terus apa bentuk solusi konkret jika tidak sepakat terhadap realisasi Permendikbud tersebut,” tukasnya.

“Dari itu, sebaiknya seluruh elemen masyarakat khususnya masyarakat kampus tidak teprovokasi terhadap asumsi-asumsi yang sama sekali tidak memiliki dasar, dan saya meminta supaya fokus saja terhadap realisasi Permendikbud itu,” pintanya.

Baca berita lainya di Google News atau gabung grup WhatsApp Madura Post sekarang juga!

Konten di bawah ini disajikan oleh advertnative. Redaksi Madura Post tidak terlibat dalam materi konten ini.