PAMEKASAN, MaduraPost – Pesta politik Pilkada Pamekasan 2024 semestinya menjadi pesta demokrasi yang transparan dan demokratis. Ironisnya, perayaan tersebut tidak dijadikan contoh baik oleh para tokoh daerah yang punya minat maju pilkada.
Buktinya pemasangan banner atau baleho yang dikerahkan ternyata tak mengantongi izin. Parahnya ini terjadi di berbagai penjuru, mulai dari pusat kota hingga ke pelosok desa.
Banner atau baleho tersebut di antaranya adalah bergambar Eks Wakil Bupati Pamekasan, Fattah Jasin, Sekretaris DPC PPP Pamekasan Achmadi, Pejabat Dispora Pemprov Jawa Timur, Firman Syah Ali, dan Eks Kemenag Pamekasan Afandi.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pamekasan, Taufikurrachman, mengatakan banner atau beleho cabup yang merebak mayoritas belum bahkan tidak mengurus izin resmi.
“Semua tidak ada izinnya,” ujar Taufik dalam wawancara dengan MaduraPost.
Ini menunjukkan ada kecenderungan pengabaian terhadap regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Kekacauan visual dan kerusakan tatanan lingkungan menjadi dampak langsung dari situasi ini.
Lanskap urban Pamekasan kini dibayangi oleh semrawutnya banner politik yang, meskipun bertujuan untuk promosi politik, justru menciptakan kontraproduktivitas dalam hal estetika kota dan kepatuhan terhadap aturan.
Meski demikian, Taufikurrachman menyatakan akan mengadakan dialog terbuka dengan semua pihak terkait, termasuk calon bupati dan tim kampanye, sebagai bagian dari pendekatan restoratif untuk menyelesaikan masalah.
“Ini merupakan upaya untuk memfasilitasi pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya mematuhi regulasi,” ungkapnya.
Sementara itu, Yusuf Wibiseno, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pamekasan, menegaskan kesiapan pihaknya untuk bertindak sesuai dengan rekomendasi dan tugas penertiban yang datang dari DPMPTSP atau instansi terkait lainnya.
“Kalau ada perintah penertiban, kami akan tertibkan,” tegasnya.
Masalah banner dan baleho ilegal ini, kata Yusuf, membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana praktik kampanye politik harus dilaksanakan. Di satu sisi, kebebasan untuk menyampaikan pesan politik adalah hak setiap calon yang berkompetisi.
“Namun, di sisi lain, kebutuhan untuk menjaga ketertiban, kebersihan, dan estetika publik juga tidak bisa diabaikan,” ungkapnya.
Direktur Center for Research and Empowering Society (CRES) Fathorrahman mengatakan, jalan menuju Pilkada yang demokratis di Pamekasan memerlukan keseimbangan antara ekspresi politik dan tanggung jawab sosial.
“Pendekatan restoratif dan dialog yang dibuka oleh DPMPTSP ini dapat menjadi langkah awal yang penting untuk mencapai keseimbangan ini,” kata Alumnus UIN Sunan Kali jaga Yogyakarta ini.
Di mana, kata dia, semua pihak, baik pemerintah maupun kandidat, dapat bekerja sama dalam menciptakan atmosfer kampanye yang tidak hanya kompetitif tetapi juga kondusif dan menghormati lingkungan serta tatanan sosial.***






