SAMPANG, MaduraPost – Buntut dari dugaan penelantaran seorang pasien yang mau melahirkan di Ketapang Sampang, izin praktek dari salah seorang oknum bidan di Sampang akhirnya dicabut.
Pencabutan izin praktik mandiri milik oknum bidan SF karena diduga menelantarkan Aljannah (25) warga Dusun Taman, Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, beberapa waktu lalu. Pasalnya pasien tersebut hendak melahirkan kepada bidan binaannya, namun bidan binaannya sedang tidak berada di rumahnya karena bepergian. Sehingga saat itu pula pasien Aljannah kemudian mendatangi rumah oknum bidan SF. Akan tetapi, saat tiba di rumah oknum bidan SF, pasien Aljannah tak kunjung mendapat penanganan medis hingga melahirkan di luar pintu pagar rumahnya.
Plt Kepala Dinas Kedehatan Kabupaten Sampang, Agus Mulyadi menyatakan, setelah mendapat rekomendasi dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan melakukan pengkajian, sikap oknum bidan SF diakuinya terdapat pelanggaran kode etik dalam kebidanan.
“Rekomendasinya yaitu izin prakteknya dicabut sementara selama tiga bulan lamanya,” tuturnya Sabtu, 11 Juli 2020.
Akibat kejadian tersebut, Agus Mulyadi mengimbau kepada seluruh petugas paramedis dengan kondisi apapun agar tetap melayani secara profesional dan sesuai dengan prosedur terhadap masyarakat.
“Kalau semisal ada apa-apa, silahkan koordinasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih memenuhi syarat. Kemarin yang kami panggil yaitu bidan SF, Kepala Puskesmas Bunten Barat selaku penanggung jawab wilayah, Bidan desa binaan dan organisasi profesi,” jelasnya.
Ditempat terpisah Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Sampang Rosidah membenarkan pencabutan izin praktik oknum bidan SF atas rekomendasi dari IBI. Menurut kajian IBI, pihaknya menegaskan terjadi pelanggaran kode etik kebidanan.
“Besok kami mau ke Ketapang, mau menurunkan plang praktik di rumah bidan SF. Rekomendasi dan sanksi dari IBI yaitu pencabutan dan pembinaan selama tiga bulan,” ucapnya.
Rosidah menambahkan, untuk sanksi ada tiga aturan yang diakuinya, yakni ringan, sedang dan berat.
“Kalau sanksi ringan berupa teguran lisan dan pembinaan. Dan kasus SF ini soal Etika, jadi sanksinya masuk sedang yaitu pembinaan dan pencabutan izin praktik mandirinya sementara. Kalau kedinasannya itu urusan dinas,” jelasnya.
Namun begitu, pihaknya menyampaikan bahwa pelayanan oknum bidan SF sudah memenuhi standart, hanya saja oknum bidan SF dikatakannya melakukan pelanggaran yakni menelantarkan pasien.
“Kalau pelayanannya sudah standart, hanya saja dia menelantarkan pasien, itu saja. Soal penarikan biaya Rp 800 juga masih wajar,” pungkas Rosidah. (mp/ron/rul)