PAMEKASAN, MaduraPost – Seorang mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura, berinisial RA, meninggal dunia pada 3 Agustus 2024 usai menjalani bimbingan skripsi yang diduga berlangsung ketat.
RA, mahasiswi Program Studi Bimbingan Konseling Pendidikan Islam (BKPI), diketahui mengalami penyakit kronis sejak kecil namun tetap berjuang menyelesaikan tugas akhirnya.
Kabar ini mencuat saat prosesi wisuda ke-40 IAIN Madura pada Sabtu (7/12), di mana nama RA tetap dipanggil. Namun, yang menerima ijazahnya adalah perwakilan keluarganya.
Peristiwa ini mengundang perhatian publik, terutama setelah sejumlah teman RA berbagi cerita tentang perjuangan almarhumah saat bimbingan skripsi.
Menurut keterangan seorang teman dekat, RA sering bolak-balik ke kampus bahkan hingga ke rumah dosennya demi mendapatkan tanda tangan persetujuan bimbingan.
Meski terlihat lelah, RA jarang mengeluh dan tetap tekun menyelesaikan skripsinya.
“Dia tidak pernah mengeluh, meskipun dosen pembimbingnya dikenal ketat. Bahkan, beberapa kali dia harus menunggu lama untuk ditemui,” ungkap temannya yang enggan disebutkan namanya.
Wakil Rektor III IAIN Madura, Mohammad Ali Al Humaidy, membenarkan kabar meninggalnya RA. Menurutnya, pihak kampus sudah melakukan takziah ke rumah duka dan berdiskusi dengan keluarga almarhumah.
“Kami sudah memanggil dekan dan dosen terkait untuk menyelidiki peristiwa ini. Teman-teman RA juga mengonfirmasi bahwa dia memiliki penyakit bawaan yang cukup serius,” ujar Humaidy.
Ia juga membantah bahwa dosen pembimbing bersikap terlalu ketat. “Buktinya, skripsinya selesai tepat waktu dan ujian akhirnya juga tuntas,” tegasnya.
Menanggapi kejadian tersebut, Wakil Ketua DPRD Pamekasan, Ismail, menyatakan keprihatinannya. Ia menilai bahwa sistem akademik yang terlalu birokratis kerap kali menambah beban mahasiswa, terutama yang memiliki kondisi kesehatan khusus.
“Sistem akademik seharusnya lebih fleksibel, apalagi dalam kasus seperti ini. Kampus harus belajar dari kejadian ini agar tidak terulang di masa mendatang,” ujar Ismail yang juga merupakan alumnus IAIN Madura.
Ismail berjanji akan memanggil pihak kampus untuk dimintai keterangan lebih lanjut dan mendorong evaluasi terhadap sistem bimbingan skripsi. “Ini pelajaran besar bagi dunia pendidikan kita,” pungkasnya.
Kisah RA menjadi pengingat pentingnya keseimbangan antara ketegasan akademik dan empati dalam dunia pendidikan. Semoga kejadian serupa tidak lagi terjadi di kampus mana pun.***