Scroll untuk baca artikel
Daerah

Di Antara Lubang dan Janji: Potret Nestapa Jalan Rusak di Sokobanah Sampang

Avatar
32
×

Di Antara Lubang dan Janji: Potret Nestapa Jalan Rusak di Sokobanah Sampang

Sebarkan artikel ini
Para pengendara motor terjebak banjir di jalan ruas kabupaten yang rusak parah akibat tidak ada perhatian dari pemkab sampang

SAMPANG, MaduraPost Di bawah guyuran hujan sore itu, Abdurrohman berdiri di pinggir jalan berlumpur. Sepasang sandalnya penuh lumpur, sementara sepeda motornya nyaris tergelincir ketika melewati genangan air yang menutupi lubang jalan. Pemuda asal Desa Bira Tengah, Kecamatan Sokobanah, Kabupaten Sampang ini hanya bisa menggelengkan kepala.

“Sudah puluhan tahun jalan ini rusak. Kalau hujan, air langsung masuk ke tengah jalan karena tidak ada selokan. Lama-lama jalan makin hancur,” keluhnya, Minggu (1/6), saat berbincang dengan MaduraPost.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Jalan yang dimaksud Abdurrohman adalah ruas jalan penghubung Kecamatan Sokobanah–Karangpenang. Ruas ini sebetulnya bukan sekadar jalan biasa. Ia adalah nadi penghubung antar desa yang dilalui setiap hari oleh ratusan warga, termasuk pelajar, petani, pedagang, dan pengangkut hasil bumi. Namun, alih-alih menjadi penunjang aktivitas ekonomi dan sosial, jalan ini justru menjadi momok bagi pengguna jalan.

Kubangan Berlumpur di Tengah Aspirasi yang Tenggelam

Pantauan di lokasi memperlihatkan kondisi yang jauh dari layak. Jalanan bergelombang, berlubang, dan sebagian besar tergenang air. Aspal yang pernah menempel tampak mengelupas, menyisakan batu kerikil dan tanah merah yang licin saat hujan turun. Kendaraan roda dua dan roda empat harus merayap perlahan, mencoba menghindari jebakan lubang yang bisa berujung celaka.

Baca Juga :  Empat Kali Gelar Rapat ADK, DPRD Sampang Belum Terima RAB

“Kalau sudah hujan begini, kami lebih takut lewat sini. Pernah anak saya jatuh karena motor oleng. Tapi mau bagaimana lagi, ini satu-satunya jalur ke sekolahnya,” tutur Sita Halimah, ibu rumah tangga yang saban hari mengantar anaknya sekolah melewati jalan tersebut.

Bagi warga Sokobanah, kerusakan jalan bukan hal baru. Tapi yang membuat mereka geram, adalah kenyataan bahwa kerusakan ini berlangsung bertahun-tahun tanpa penanganan yang berarti. Warga merasa diabaikan. Janji-janji perbaikan jalan hanya muncul saat musim kampanye, lalu menghilang seiring hilangnya baliho para calon pemimpin.

Drainase Tak Ada, Pemerataan Tak Terasa

Penyebab utama kerusakan, menurut warga, bukan semata faktor cuaca. Minimnya sistem drainase memperparah situasi. Air hujan tak memiliki tempat mengalir, sehingga menggenangi permukaan jalan, merembes ke dasar, dan mempercepat pelapukan aspal. Tak ada upaya nyata untuk membuat saluran air, meski warga sudah berkali-kali menyampaikan aspirasi dalam berbagai forum desa.

“Di kota, jalan halus, rapi, lampu jalan terang. Di sini? Lihat sendiri,” sindir Rois, seorang tokoh pemuda desa. Baginya, kerusakan jalan adalah simbol ketimpangan pembangunan. Pemerintah dinilai terlalu fokus membangun pusat kota, sementara wilayah pedesaan seolah tak dianggap penting.

Baca Juga :  Bawaslu Sampang Gelar Sosialisasi Pembentukan Pengawas TPS Pemilu 2024

Rois menambahkan, pemuda desa kerap mengadakan aksi bersih jalan dan gotong royong menutup lubang dengan batu atau pasir seadanya. Tapi, upaya swadaya ini jelas tak cukup mengatasi masalah besar seperti ini.

“Kami hanya minta keadilan. Masa harus tunggu korban jatuh atau kendaraan masuk lubang baru diperbaiki?” tegasnya.

Ekonomi Melambat, Harapan Merintih

Dampak kerusakan jalan tak berhenti pada ketidaknyamanan pengguna. Ia juga menyeret dampak ekonomi. Petani kesulitan membawa hasil panennya ke pasar. Ongkos angkut membengkak karena truk tak bisa melewati jalur ini dengan kecepatan normal. Pelajar sering terlambat ke sekolah, dan ambulans pun kesulitan melintas saat ada warga yang butuh pertolongan medis.

“Kadang pembeli dari kota batal datang karena aksesnya buruk. Kami rugi. Ini bukan cuma soal lubang, tapi soal hak hidup layak,” kata Sahir, petani kacang tanah yang lahannya berada di sekitar Karangpenang.

Tuntutan Warga: Jangan Tambal Sulam, Bangun yang Menyeluruh

Baca Juga :  DBHCHT Rp 4,8 M di Dinsos P3A Sumenep Mandek, DPRD Desak Segera Cairkan BLT Petani dan Buruh Rokok

Kekecewaan warga kini bermuara pada satu tuntutan: pemerintah harus hadir, bukan sekadar lewat janji. Mereka mendesak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sampang segera turun tangan. Bukan sekadar tambal sulam, tapi perbaikan menyeluruh, lengkap dengan pembangunan drainase yang memadai.

“Kalau cuma ditambal terus, musim hujan nanti pasti rusak lagi. Harus dibangun dari dasar, dengan saluran air dan aspal yang tahan lama,” ujar Sita Halimah lagi.

Sayangnya, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah kabupaten terkait rencana perbaikan ruas jalan Batulenger–Karangpenang. Warga hanya bisa berharap suara mereka tak kembali tenggelam dalam genangan air dan lumpur jalanan.

Jalan Rusak, Demokrasi yang Retak

Di balik cerita jalan rusak ini, tersimpan ironi demokrasi: di tempat suara rakyat seharusnya didengar, justru mereka merasa dilupakan. Infrastruktur dasar, seperti jalan, seharusnya menjadi prioritas, bukan sekadar alat kampanye.

Saat roda kendaraan terseok-seok di jalanan rusak, sesungguhnya roda kepercayaan publik juga ikut oleng. Karena bagi masyarakat desa seperti Abdurrohman, jalan yang baik bukan soal kenyamanan semata, tapi soal keadilan yang nyata.