Scroll untuk baca artikel
Sorotan

Dari Kudus ke Sumenep: Perjalanan Kiai Syarqawi Mendirikan Annuqayah

Avatar
55
×

Dari Kudus ke Sumenep: Perjalanan Kiai Syarqawi Mendirikan Annuqayah

Sebarkan artikel ini
K.H. Moh. Syarqawi adalah seorang tokoh ulama berasal dari Kudus Jawa Tengah yang kemudian hijrah ke Guluk-Guluk Sumenep lalu mendirikan Pondok Pesantren Annuqayah. (MaduraPost/DOK)

PAMEKASAN, MaduraPost – Pondok Pesantren Annuqayah, yang terletak di Guluk-Guluk, Sumenep, Madura, didirikan pada tahun 1887 oleh K.H. Moh. Syarqawi.

Beliau lahir di Kudus, Jawa Tengah, dan dikenal sebagai seorang ulama yang rajin menuntut ilmu di berbagai tempat.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Perjalanan ilmunya meliputi beberapa pesantren di Madura, Pontianak, Malaysia, Patani (Thailand Selatan), dan Mekah, yang berlangsung selama sekitar 13 tahun.

Perjalanan dan Pengajaran Awal

Setelah kembali ke tanah air, Kiai Syarqawi mulai mengajar Al-Qur’an dan kitab-kitab klasik di Prenduan, Sumenep.

Selama 14 tahun, beliau berkhidmat di sana sebelum akhirnya pindah ke Guluk-Guluk bersama dua istrinya dan putranya, K. Bukhari, dengan tujuan mendirikan pesantren.

Baca Juga :  Di Acara Deklarasi P4TM, Gubernur hingga Ulama Bersatu Dukung Petani Tembakau Sejahtera

Dukungan dan Pembangunan Pesantren

Dengan bantuan seorang saudagar kaya bernama H. Abdul Aziz, Kiai Syarqawi diberi sebidang tanah dan bahan bangunan untuk mendirikan rumah tinggal dan sebuah langgar, yang kemudian dikenal sebagai Dalem Tenga.

Selain itu, beliau juga membangun kediaman untuk istri ketiganya, Nyai Qamariyah, yang berjarak sekitar 200 meter ke arah barat dari Dalem Tenga, dan dikenal sebagai Lubangsa.

Perkembangan Pesantren

Di langgar tersebut, Kiai Syarqawi mulai mengajar membaca Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama. Tempat ini menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Annuqayah.

Baca Juga :  Disbudporapar Sumenep Catat Jumlah Wisman Meningkat Signifikan Tahun Ini, Berikut Rinciannya

Selama 23 tahun, Kiai Syarqawi memimpin pesantren ini hingga wafat pada Januari 1911. Kepemimpinan kemudian dilanjutkan oleh putranya, K.H. Bukhari, yang dibantu oleh K.H. Moh. Idris dan K.H. Imam.

Masa Kepemimpinan Kiai Ilyas

Mulai tahun 1917, kepemimpinan pesantren diteruskan oleh K.H. Moh. Ilyas, putra Kiai Syarqawi.

Pada masa Kiai Ilyas, Annuqayah mengalami banyak perkembangan, baik dalam pola pendekatan masyarakat, sistem pendidikan, maupun hubungan dengan birokrasi pemerintah.

Salah satu perkembangan penting adalah ketika K. Abdullah Sajjad, saudara Kiai Ilyas, membuka pesantren baru pada tahun 1923, yang kemudian dikenal sebagai Latee.

Baca Juga :  Ketika ‘Soekarno’ Lebih Menggoda dari Marwah Jurnalis, Benarkah?

Pesantren Federasi

Sejak K. Abdullah Sajjad membuka pesantren sendiri, pesantren-pesantren di daerah Annuqayah terus berkembang dan bermunculan, menjadikan Annuqayah tampak sebagai “pesantren federasi.”

Setelah Kiai Ilyas wafat pada akhir tahun 1959, kepemimpinan Annuqayah berbentuk kolektif yang terdiri dari para kiai sepuh generasi ketiga.

Kepemimpinan Kolektif

Kepemimpinan kolektif Annuqayah ini diketuai oleh K.H. Moh. Amir Ilyas hingga wafat pada tahun 1996, dan kemudian dilanjutkan oleh K.H. Ahmad Basyir AS.

Dengan sejarah panjang dan dinamis ini, Pondok Pesantren Annuqayah terus berkembang dan berkontribusi dalam pendidikan dan pengembangan masyarakat hingga saat ini.***