SUMENEP, MaduraPost – Hampir genap satu tahun pandemi Covid-19 menyerang Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, utamanya Negara Indonesia dan dibelahan bumi lainnya.
Pandemi ini telah mematahkan segala sektor. Mulai dari ekonomi, hingga pendidikan terjabah lumpuh total setotal-totalnya. Tahun ini, rasa pahit kembali dirasakan para siswa.
Meski lembaga pendidikan mencoba meramu (Mencari, mengumpulkan bahan-bahan) untuk tetap memberikan pembelajaran terbaik bagi siswa, nyatanya, hal itu tentu perlu kajian dan kebutuhan yang bisa diterima oleh semua kalangan.
Baru-baru ini, larangan kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep mendapat respon serius dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Contohnya saja, pembelajaran jarak jauh (PJJ) dinilai sangatlah kurang efektif alias kacau. Kekacauan itu timbul saat lembaga pendidikan hanya bisa mengeluarkan kebijakan tapi memikirkan planning (Rencana) apa yang akan digunakan.
“Harusnya Disdik Sumenep dalam hal ini tak hanya sekedar mengeluarkan kebijakan saja. Mestinya punya planning manfaat dan mudaratnya juga,” ucap Samieoddin, anggota Komisi IV DPRD Sumenep pada media, Jumat (8/1).
Menurutnya, penyelenggaraan pendidikan dengan cara PJJ secara menyeluruh dinilai akan membuat karakter generasi anak bangsa menurun secara akademik.
Selain mengalami dekadensi (Penurunan) cara pembelajaran tatapan muka (PTM), rutinitas belajar yang sejak dahulu kala dilakukan di kelas-kelas seolah terkikis di generasi emas anak bangsa ini.
“Orang tua dari peserta didik di Sumenep banyak yang ngeluh persoalan PJJ ini, coba lakukan survei dan monitoring ke setiap lembaga di Sumenep, seberapa persen dari mereka yang siap melaksanakan PJJ,” papar politisi partai besutan Gus Dur ini.
Menurutnya, hingga saat ini, rata-rata wali murid mengeluh dengan kebijakan lembaga pendidikan. Ada PJJ yang berbasis elektronik justru dijadikan kesempatan seorang siswa leluasa mengakses hal lain, selain mata pelajarannya.
“Kenyataan di lapangan justru berbeda dengan apa yang disampaikan Disdik selama ini, HP android dan jaringan tidak semuanya mendukung untuk PJJ,” akuinya, dari serap aspirasi yang ditemukannya.
Dia meminta, agar Disdik setempat bisa menyiapkan teknik lain untuk keberlanjutan sistem belajar mengajar. Sebab, hampir setahun para peserta didik tidak menikmati belajar tatap muka.
“Kan bisa misalnya diberlakukan pembatasan dengan cara sip-sipan (Diatur, red). Batasi jumlahnya juga dengan tetap menaati protokol,” usul legislator asal Kecamatan Gapura tersebut.
Terpisah, Plt. Kepala Disdik Sumenep, Mohammad Iksan menegaskan, apabila kebijakan tersebut diambil demi menghindari adanya kerumunan dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
“Dari pusat kan acuannya memang begitu Mas, jadi kita putuskan untuk semua sekolah harus PJJ,” katanya.
Iksan menepis, apabila pembelajaran bagi siswa tidak hanya diterapkan secara online saja. Hal itu bukanlah sebuah kendala, sebab, jika tidak bisa menggunakan metode pembelajaran secara online, masih bisa dilakukan secara offline.
“Sehingga tetap akan tercipta interaksi antar masing-masing peserta didik dalam mengerjakan bahan pembelajaran,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sumenep ini.
“Meskipun PJJ ini memang dinilai lebih optimal yang PTM, tapi ini kita lakukan untuk memutus rantai sebaran COVID di Sumenep yang terus meningkat setiap harinya,” imbuhnya. (Mp/al/kk)