SAMPANG, MaduraPost— Suara rakyat desa yang menuntut kejelasan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Sampang berakhir ricuh. Ribuan warga yang datang dari berbagai kecamatan untuk berorasi di depan kantor DPRD, Selasa (28/10/2025), justru disambut tembakan gas air mata.
Aksi yang semula berlangsung damai itu berubah kacau setelah aparat kepolisian membubarkan massa dengan kekuatan penuh. Para demonstran menuding tindakan represif polisi sebagai pemicu utama kekacauan.
Koordinator Forum Aktivis Madura Bersatu, Sukardi, menyebut aparat bertindak arogan dan melampaui batas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Polisi menembakkan gas air mata dari jarak sangat dekat tanpa peringatan. Tidak ada pendekatan persuasif, tidak ada komunikasi. Langsung tembak,” ujarnya, Kamis (30/10/2025).
Menurut Sukardi, sejak awal pihak kepolisian sudah terkesan menutup ruang gerak massa dengan melarang aksi di depan kantor DPRD, padahal lokasi itu telah disepakati dalam surat pemberitahuan resmi.
“Kami diarahkan ke Alun-Alun, jauh dari gedung dewan. Seolah-olah kami mau bikin rusuh, padahal kami hanya ingin menyuarakan aspirasi rakyat desa yang kecewa karena Pilkades ditunda lagi,” katanya.
Ia menilai tindakan aparat bertentangan dengan prosedur tetap pengamanan unjuk rasa.
“Water cannon tidak digunakan, gas air mata ditembakkan tanpa tahapan. Ini bukan pengamanan, ini penyerangan terhadap rakyat sendiri,” tegasnya.
Forum Aktivis Madura Bersatu bersama sejumlah perwakilan desa berencana melaporkan dugaan pelanggaran prosedur itu ke Propam Polda Jawa Timur. Sukardi mengaku telah mengantongi sejumlah bukti video dan foto yang menunjukkan tindakan represif polisi di lapangan.
“Kami punya bukti bahwa aparat tidak netral. Mereka lebih berpihak ke penguasa daerah,” katanya.
Sementara itu, Kapolres Sampang AKBP Hartono membantah tudingan tersebut. Ia menyebut massa aksi justru memaksa masuk ke area kantor DPRD dan melempari petugas dengan batu.
“Mereka meminta orasi di dalam halaman dewan, itu tidak masuk akal. Di mana pun tidak ada demo di dalam halaman kantor pemerintahan,” ujar Hartono, dikutip dari kabarmadura.id.
Hartono berdalih tembakan gas air mata dilakukan setelah situasi tidak terkendali. “Kami dilempari batu dari depan dan samping. Kami sudah sabar, tapi kalau aparat diserang, kami harus membubarkan massa,” ujarnya.
Kericuhan itu menambah panjang daftar ketegangan antara warga desa dan pemerintah daerah. Warga kecewa karena Pemerintah Kabupaten Sampang kembali menunda pelaksanaan Pilkades hingga 2028, setelah sebelumnya juga menunda pada 2021 dengan janji akan digelar pada 2025.
Bagi aktivis dan masyarakat desa, penundaan itu bukan sekadar soal waktu, tapi soal hak demokrasi yang terus dirampas.
“Jika rakyat dilarang bersuara, lalu untuk siapa aparat dan pemerintah bekerja?” ujar Sukardi dengan nada getir.
Penulis : Imron Muslim
Editor : Nurus Sholehen






