SUMENEP, MaduraPost – Gelombang kritik terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2012 tentang Tembakau kian menguat.
Dorongan terus datang dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Sumenep, Madura, Jawa Timur, yang menilai perda tersebut hanya menjadi regulasi “mandul” tanpa keberpihakan nyata pada petani.
Setelah aksi demonstrasi beberapa waktu lalu, sejumlah aktivis PMII kembali turun dengan cara berbeda, yaitu audiensi bersama Komisi II DPRD Sumenep pada Senin (8/9/2025).
Mereka menuntut revisi total perda yang dianggap gagal melindungi petani dari kerugian dan tekanan pasar.
Ketua Umum PC PMII Sumenep, Khairus Sholeh alias Eros, menyebut perda ini hanya sekadar aturan di atas kertas.
Menurutnya, petani dibiarkan berhadapan dengan risiko gagal panen tanpa jaminan, sementara harga tembakau dibiarkan liar.
“Sumenep itu pusatnya tembakau Madura, kualitasnya diakui nasional. Tapi di sini petani justru terjepit. Tidak ada asuransi gagal panen, tidak ada jaminan harga. Perda ini tidak berpihak, hanya menjadi beban,” tegas Eros, Senin (8/9) siang.
Selain minim perlindungan, PMII menyoroti adanya potensi pungutan liar dalam klausul sumbangan pihak ketiga kepada pemerintah.
Menurut mereka, regulasi seperti ini justru membuka ruang praktik koruptif ketimbang menghadirkan perlindungan.
Desakan PMII langsung direspons Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Faisal Muhlis. Ia mengakui bahwa perda tembakau yang berlaku saat ini memang banyak celah dan perlu dievaluasi.
“Perda ini sudah tidak relevan lagi. Kalau ada pasal yang merugikan petani, kita akan revisi, bahkan hapus. DPRD siap mengawal aspirasi ini,” ujarnya.
Lebih jauh, Faisal menegaskan bahwa penyusunan regulasi baru tidak boleh asal jadi. Ia meminta agar perguruan tinggi lokal ikut dilibatkan dalam penyusunan naskah akademik (NA) perda.
“Kalau kita mau bikin aturan yang tepat sasaran, akademisi lokal harus duduk bersama. Mereka paham kondisi lapangan, paham karakteristik tembakau Sumenep. Kalau tidak, perda hanya jadi aturan mati lagi,” pungkasnya.
Dengan tekanan mahasiswa dan sikap terbuka DPRD, nasib perda tembakau kini berada di persimpangan.
Petani menunggu, apakah revisi kali ini benar-benar membawa perlindungan, atau sekadar janji politik yang kembali berakhir di kertas kosong.***






