SURABAYA, MaduraPost – Ratusan nelayan Pantura Madura yang berorasi di kawasan Maspion, Surabaya, Selasa (19/8), pulang dengan tangan hampa. Mereka menuntut penjelasan Petronas Carigali terkait dana ganti rugi rumpon senilai Rp21 miliar, tapi perusahaan migas asal Malaysia itu justru memilih bersembunyi.
Bukan lantaran alasan teknis. Manajemen kawasan Maspion memastikan absennya Petronas karena ada “intervensi” dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Jabanusa.
“Pak Veldi dari Petronas menyampaikan bahwa mereka dilarang menemui massa aksi oleh SKK Migas,” kata General Affair Maspion, Nur Rifai, di hadapan demonstran.
Pernyataan itu bahkan dituangkan tertulis oleh pihak kawasan industri: Petronas tak bisa menemui nelayan karena ada larangan dari SKK Migas.
Kabar tersebut sontak menyulut amarah nelayan. Mereka menilai lembaga negara yang mestinya mengawasi justru ikut menghalangi ruang dialog.
“Kami tidak akan bubar jika Petronas tidak menemui kami. Tolong aparat jangan hanya jadi tameng perusahaan. Jangan sampai APH diadu domba dengan massa aksi,” teriak Koordinator Aksi, Faris Reza Malik.
Hanafi, salah satu pimpinan aksi, lebih keras lagi menuding SKK Migas. Menurutnya, intervensi itu justru menimbulkan dugaan permainan.
“Besok kita akan demo ke SKK Migas Jabanusa. Kami ingin tahu kenapa lembaga negara yang seharusnya mengawasi malah mengintervensi. Jangan-jangan SKK Migas ini bermain mata dengan perusahaan. Kalau benar, berarti SKK Migas lebih berpihak pada korporasi ketimbang rakyat,” ujarnya.
Sejak awal, nelayan Pantura Madura menuntut transparansi aliran ganti rugi atas ribuan rumpon mereka yang rusak akibat aktivitas eksplorasi migas Petronas. Nilainya ditaksir mencapai Rp21 miliar, namun hingga kini tak jelas siapa yang menahan dana tersebut.
Alih-alih memberi jawaban, Petronas menutup pintu dialog. Kini SKK Migas pun dituding menjadi benteng perusahaan, bukan pengawas.






