SUMENEP, MaduraPost – Masyarakat Desa Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menyatakan kekecewaannya terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus pengrusakan lahan yang dilakukan oleh lima perangkat desa.
Jaksa Teddy Romius, SH, menuntut kelima terdakwa dengan hukuman hanya 8 bulan penjara, meskipun mereka dijerat dengan Pasal 170 KUHP yang memiliki ancaman maksimal 5 tahun 6 bulan penjara.
Keluarga korban, H. Nawawi, merasa tuntutan tersebut tidak mencerminkan keadilan. Mahmudi, perwakilan keluarga korban, menilai jaksa lebih berpihak kepada terdakwa ketimbang membela korban.
“Kami hanya ingin kejelasan, tetapi justru seolah-olah dianggap menekan jaksa. Padahal, bukankah jaksa bertindak mewakili korban dan masyarakat dalam perkara pidana?” ungkap Mahmudi dengan nada kecewa pada wartawan, Jumat (7/2) sore.
Sementara itu, kuasa hukum korban, Emil Ma’ruf Wahyudi, menegaskan bahwa tuntutan 8 bulan penjara tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan.
“Kerugian Rp 3 juta yang disebutkan jaksa itu hanya nilai bibit padi yang dirusak. Faktanya, lahan pertanian milik H. Nawawi kini tidak bisa lagi digunakan karena sudah ditimbun batu putih setinggi hampir satu meter,” jelas Emil dalam keterangan tertulisnya pada awak media.
Lebih lanjut, Emil menyoroti tugas JPU dalam persidangan yang seharusnya bertindak demi keadilan bagi korban.
“Jaksa memiliki kewajiban untuk menghadirkan bukti-bukti yang memperkuat tuntutan. Jika melihat fakta bahwa lahan yang sebelumnya produktif kini tidak bisa digunakan lagi, seharusnya tuntutan terhadap para terdakwa lebih berat,” tambahnya.
Kekecewaan juga datang dari warga Desa Badur yang menilai Kejari Sumenep tidak menjalankan tugasnya dengan maksimal. Mereka menduga adanya permainan dalam kasus ini, terutama karena proses hukum sempat berjalan lambat hingga hampir melewati batas waktu penahanan para tersangka.
“Dari awal kami sudah curiga. Jika tidak ada aksi protes dari masyarakat, bisa jadi kasus ini malah berhenti begitu saja. Sekarang setelah dituntut pun, hukumannya sangat ringan. Apa gunanya penegak hukum jika tidak berpihak pada korban dan masyarakat kecil?” cetus Arif, salah satu warga Desa Badur.
Masyarakat berharap Kejaksaan Agung turun tangan untuk memastikan transparansi dalam penanganan kasus ini.
“Kami berharap ada langkah serius dari Kejaksaan Agung agar hukum benar-benar ditegakkan dengan adil, tanpa intervensi atau kepentingan tersembunyi,” harapnya.
Pernyataan Kejari Sumenep
Menanggapi protes warga, JPU Kejari Sumenep, R. Teddy Romius, melalui Kasi Intel, Moch. Indra Subrata, menegaskan bahwa proses hukum telah berjalan sesuai prosedur.
“Berdasarkan fakta di persidangan, memang padinya milik korban, tetapi tanah yang dipersoalkan adalah aset desa. Jadi, kasus ini sebenarnya tipis,” ujar Indra dalam keterangannya kepada MaduraPost di Kantor Kejari Sumenep, Rabu (5/2/2025).
Ia juga menilai tuntutan 8 bulan penjara sudah sesuai dengan fakta yang ada.
“Kerugiannya itu cuma Rp3 juta, tapi dibesar-besarkan seperti ini. Yang saya tidak suka, mereka sering intervensi ke jaksa. Datang ke sini, menekan Pak Teddy untuk menuntut satu tahun setengah atau lebih,” imbuhnya.
Indra menegaskan bahwa keputusan jaksa didasarkan pada fakta persidangan, bukan tekanan dari pihak mana pun.
“Masyarakat Badur silakan datang ke sini kalau ingin melihat fakta persidangan. Jangan asal menuduh jaksa menuntut ringan karena ada permainan uang. Ini perkara atensi, kami tidak mungkin main-main,” pungkasnya.***