BANGKALAN, MaduraPost – Pemerintah melalui rapat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memutuskan untuk melakukan impor garam sebanyak 3,07 ton untuk memenuhi kebutuhan garam di Indonesia.
Hal itu menuai kecaman dari sekertaris Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Bassra), KH. Syafik Rofi’i terkait kebijakan pemerintah terhadap impor garam yang menurutnya tidak terlalu urgensi untuk dilakukan di Indonesia.
“Karena melalui data-data dari kementerian (Menteri Kelautan dan Perikanan) untuk ketersediaan garam khususnya di Jawa timur itu sudah sangat cukup. Sehingga tidak perlu untuk mendatangkan garam ke Indonesia,” ujarnya Sabtu (27/03/2021).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dijelaskan pula, jika alasan pemerintah impor garam karena kualitas garam di Madura kurang bagus, menurut Mantan Wakil Bupati Bangkalan itu seharusnya pemerintah memberikan pendampingan terhadap petani garam agar kualitasnya menjadi baik sehingga bisa bersaing dengan yang lain.
“Cuma kalau kita lihat impor beras ataupun impor garam kaitan sebenarnya dengan mafia impor,” ungkapnya.
Pihaknya berharap agar pemerintah tidak melakukan impor garam seharusnya bagaimana pemerintah memanfaatkan garam.
“Jangan selalu diterima alasan-alasan mafia impor,” tandasnya.
Sementara itu, Moh Syarif rektor Universitas Trunojoyo Madura (UTM) sebagai kampus dan sentral pendidikan di Madura mengungkapkan bahwa pihaknya selain melakukan penyikapan juga memberikan solusi terhadap garam yang ada di Madura.
Menurut orang nomor satu di UTM itu, bahwa pihaknya sudah beberapa kali melakukan kegiatan lab serta penemuan alat yang hingga saat ini masih di Skiip terlebih dahulu dikarenakan hak patennya belum keluar.
Sehingga diharapkan dari alat yang ditemukan tersebut lebih fungsional agar bisa memproses dari garam krosok (garam kasar atau garam mentah yang belum diproses) menjadi Garam meja atau umum disebut garam beryodium yang paling sering ditemui di rumah tangga.
“Dengan Hcl-Hcl tertentu,” tutupnya.