Sejarah Karapan Sapi, Balapan Penuh Gengsi yang Berakar dari Sawah Madura

Avatar

- Jurnalis

Kamis, 13 Maret 2025 - 15:00 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

ILUSTRASI: Tradisi karapan sapi awalnya muncul bukan sebagai hiburan, melainkan sebagai bagian dari inovasi pertanian yang diperkenalkan oleh seorang ulama dari Kesultanan Demak, Syekh Ahmad Baidawi, yang juga dikenal sebagai Pangeran Katandur. (MaduraPost/Pinterest: Moch. Al-Qibthiy)

ILUSTRASI: Tradisi karapan sapi awalnya muncul bukan sebagai hiburan, melainkan sebagai bagian dari inovasi pertanian yang diperkenalkan oleh seorang ulama dari Kesultanan Demak, Syekh Ahmad Baidawi, yang juga dikenal sebagai Pangeran Katandur. (MaduraPost/Pinterest: Moch. Al-Qibthiy)

PAMEKASAN, MaduraPost – Karapan Sapi bukan sekadar perlombaan balap sapi, tetapi juga warisan budaya yang telah berakar sejak abad ke-16 di Pulau Madura.

Tradisi ini awalnya muncul bukan sebagai hiburan, melainkan sebagai bagian dari inovasi pertanian yang diperkenalkan oleh seorang ulama dari Kesultanan Demak, Syekh Ahmad Baidawi, yang juga dikenal sebagai Pangeran Katandur.

Awal Mula: Dari Garapan Sapi Menjadi Karapan Sapi

Pangeran Katandur datang ke Madura untuk menyebarkan ajaran Islam sekaligus mengajarkan teknik bercocok tanam yang lebih efisien.

Salah satu metode yang dia perkenalkan adalah membajak sawah dengan bantuan sapi, yang jauh lebih cepat dibandingkan cara tradisional menggunakan cangkul.

Kecepatan sapi dalam membajak sawah ini menimbulkan kesenangan tersendiri bagi para petani Madura.

Dari kegembiraan tersebut, muncullah kebiasaan saling adu cepat dalam membajak tanah, yang lama-kelamaan berubah menjadi perlombaan Garapan Sapi, yang kemudian dikenal sebagai Karapan Sapi.

Baca Juga :  Sumenep Raih Rekor MURI dengan Keris Terpanjang di Indonesia

Perkembangan di Abad ke-18: Karapan Sapi Jadi Perlombaan Resmi

Pada abad ke-18, Panembahan Somala, seorang adipati dari Sumenep, memodifikasi perlombaan ini menjadi lebih menarik. Ia memindahkan ajang adu kecepatan sapi ini dari lahan pertanian ke lapangan terbuka.

Tak hanya itu, sapi-sapi yang bertanding juga dihias dengan Ubo Rampe, pernak-pernik khas kerajaan Sumenep yang memberikan kesan megah pada perlombaan.

Karapan Sapi kemudian menyebar ke berbagai daerah di Madura, dari Sumenep, Pamekasan, hingga Bangkalan.

Tradisi ini bahkan berkembang menjadi ajang bergengsi, di mana pemenangnya mendapat hadiah prestisius, termasuk Piala Presiden.

Karapan Sapi dan Unsur Mistis

Seiring berkembangnya popularitas Karapan Sapi, persaingan antar peserta semakin sengit. Tidak jarang terjadi kecurangan, seperti upaya sabotase terhadap sapi lawan.

Baca Juga :  Jejak Perantau Suku Madura: Sebuah Komitmen dan Eksplorasi Budaya yang Menginspirasi

Untuk menghindari hal ini, para pemilik sapi mulai menyewa Warok, pendekar dari Ponorogo, sebagai Penjagheh (penjaga) sapi dan joki mereka.

Kepercayaan terhadap unsur mistis juga turut mewarnai tradisi ini. Banyak pemilik sapi yang mempercayai ritual-ritual khusus agar sapi mereka lebih cepat dan kuat saat berlomba.

Karapan Sapi di Masa Kolonial dan Era Modern

Pada masa penjajahan Belanda, Karapan Sapi menjadi salah satu atraksi wisata yang menarik perhatian turis Eropa.

Perlombaan ini kemudian semakin populer hingga ditetapkan sebagai agenda tahunan dalam rangka perayaan HUT Kemerdekaan RI, biasanya berlangsung dari bulan Agustus hingga September.

Namun, di era modern, Karapan Sapi sempat menuai kontroversi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Madura pernah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan Karapan Sapi jika dilakukan dengan kekerasan terhadap hewan.

Baca Juga :  Menggali Makna Bhuppa’-Bhâbhu’-Ghuru-Rato: Tradisi Penghormatan dalam Budaya Madura

Hal ini menimbulkan perdebatan, karena sebagian masyarakat menganggap Karapan Sapi sebagai bagian dari tradisi yang harus dipertahankan.

Sementara yang lain menuntut agar perlombaan ini dilakukan dengan lebih etis dan ramah terhadap hewan.

Kesimpulan

Meskipun mengalami pasang surut, Karapan Sapi tetap menjadi kebanggaan masyarakat Madura. Tradisi ini bukan hanya sekadar perlombaan.

Tetapi juga simbol kegigihan dan semangat masyarakat Madura dalam mempertahankan warisan leluhur mereka.

Dengan berbagai adaptasi, Karapan Sapi terus berkembang, baik sebagai atraksi wisata maupun ajang kompetisi budaya.

Sekaligus menjadi salah satu ikon yang membuat Madura dikenal luas di kancah nasional maupun internasional.***

Follow WhatsApp Channel madurapost.net untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Murah dan Kekinian, ‘Ady Barbershop’ Jadi Primadona Cukur Rambut di Pamekasan 
Tukang Becak dan Tukang Parkir Sumringah Dapat Bansos dari Kapolres Pamekasan
KUA Omben Sampang Santunani Anak Yatim dan Kaum Duafa
Kapolsek Sokobanah Lakukan Evakuasi Pohon Tumbang di Jalan Raya Bira Timur Sampang
Solidaritas Pengurus, DPD YALPK Surabaya Berbagi Takjil Dibulan Ramadhan
Berbagi Takjil, SMPN 1 Camplong Sampang Tebar Berkah Ramadhan
Menggali Makna Bhuppa’-Bhâbhu’-Ghuru-Rato: Tradisi Penghormatan dalam Budaya Madura
Menyingkap Potensi Tersembunyi Pulau Madura: Dari Alam hingga Budaya

Berita Terkait

Minggu, 13 April 2025 - 23:01 WIB

Murah dan Kekinian, ‘Ady Barbershop’ Jadi Primadona Cukur Rambut di Pamekasan 

Minggu, 30 Maret 2025 - 23:25 WIB

Tukang Becak dan Tukang Parkir Sumringah Dapat Bansos dari Kapolres Pamekasan

Kamis, 27 Maret 2025 - 23:47 WIB

KUA Omben Sampang Santunani Anak Yatim dan Kaum Duafa

Kamis, 27 Maret 2025 - 23:22 WIB

Kapolsek Sokobanah Lakukan Evakuasi Pohon Tumbang di Jalan Raya Bira Timur Sampang

Kamis, 27 Maret 2025 - 21:39 WIB

Solidaritas Pengurus, DPD YALPK Surabaya Berbagi Takjil Dibulan Ramadhan

Berita Terbaru

ACARA. Owner Arinna Premium Hijab menerima buket bunga dari tamu undangan dalam acara Fashion Show The Journey of Modesty di Ball Room Hotel JW Marriott, Surabaya, 14 Mei 2025. (Istimewa for MaduraPost)

Berita

Arinna Premium Hijab Buka Cabang di Surabaya

Jumat, 16 Mei 2025 - 09:37 WIB