SUMENEP, MaduraPost – Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Lebeng Timur, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kini tengah diliputi polemik.
Direktur BUMDes, Safraji, mengaku dua kali pencairan dana dengan nilai total lebih dari Rp127 juta dilakukan tanpa sepengetahuannya. Ia bahkan menduga ada pihak yang nekat memalsukan tanda tangannya.
Safraji menegaskan dirinya memiliki kedudukan sah sebagai Direktur BUMDes sesuai SK Kepala Desa. Namun, ia terkejut ketika menerima notifikasi pencairan dari pihak bank tanpa pernah dilibatkan.
“Pencairan pertama pada 21 Juli 2025 sekitar Rp51 juta. Saya kaget karena tidak pernah merasa menandatangani dokumen apa pun. Saya langsung konfirmasi, tapi justru ditanya balik soal posisi saya di BUMDes,” ujar Safraji, Sabtu (16/8/2025).
Masalah semakin runyam setelah pencairan tahap kedua pada 12 Agustus 2025 senilai Rp76 juta kembali terjadi tanpa keterlibatannya. Safraji bahkan meyakini ada praktik pemalsuan dokumen.
“Saya menduga tanda tangan saya dipakai tanpa izin, mungkin lewat slip atau surat kuasa. Yang jelas, saya tidak pernah hadir dalam proses pencairan itu,” tegasnya.
Safraji kemudian meluapkan kekecewaannya melalui status WhatsApp yang menyinggung profesionalitas pengelolaan dana.
Ia mengaku melihat bendahara desa berada di bank saat proses pencairan berlangsung. Aksi itu memicu reaksi keras dari keluarga kepala desa yang lantas memintanya datang ke bank, meski dana sudah terlanjur cair sesuai notifikasi.
Di sisi lain, Kepala BPRS Bhakti Sumekar Cabang Pasongsongan, Ahdan Islami menegaskan, pihaknya tidak mungkin mencairkan dana tanpa dokumen resmi.
Ia menilai, jika benar ada pencairan dengan tanda tangan palsu, maka itu perlu diusut lebih jauh.
“Bank hanya mencairkan jika ada tanda tangan Direktur dan Bendahara. Kalau ada slip dengan tanda tangan palsu, berarti dokumen itu dipalsukan. Kami akan telusuri dan klarifikasi langsung kepada bendaharanya,” kata Ahdan.
Ahdan menambahkan, pencairan dana BUMDes semestinya harus melalui prosedur yang melibatkan rekomendasi dari DPMD dan kecamatan.
“Tanpa persyaratan resmi, pencairan tidak bisa dilakukan,” ujarnya.
Hingga kini, dugaan adanya rekayasa tanda tangan dan lemahnya keterbukaan dalam pengelolaan dana BUMDes Lebeng Timur masih terus jadi pembicaraan hangat di kalangan warga.
Kasus ini memperlihatkan potensi konflik internal yang serius di tubuh BUMDes, sekaligus menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa.***






