SUMENEP, MaduraPost – Upaya pemberantasan narkoba di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kembali menjadi sorotan setelah Polsek Dungkek menangkap dua warga Pulau Gili Iyang atas dugaan penyalahgunaan sabu.
Penangkapan yang dilakukan secara diam-diam pada 27 Januari 2025 ini menimbulkan perdebatan, khususnya terkait kemungkinan penerapan Restorative Justice (RJ) bagi para tersangka.
Penangkapan dan Barang Bukti
Dua tersangka, Amsali (44) dan Helly (27), ditangkap di sebuah rumah kosong di Dusun Asem, Desa Banra’as, Kecamatan Dungkek.
Dari tangan salah satu tersangka, polisi menemukan 0,2 gram sabu, sementara tersangka lainnya masih dalam pemeriksaan karena tidak ditemukan barang bukti padanya.
Isyarat Penerapan Restorative Justice
Kanit Reskrim Polsek Dungkek, AIPDA Joko Dwi H, membenarkan penangkapan tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya tengah berkoordinasi dengan Satresnarkoba Polres Sumenep.
Ia mengungkapkan, bahwa ada kemungkinan kasus ini akan diselesaikan dengan pendekatan RJ, mengingat barang bukti yang ditemukan tergolong sedikit.
Menurut Joko, salah satu tersangka hanya berada di lokasi tanpa terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, sehingga ada peluang kasusnya tidak berlanjut ke pengadilan.
Pro-Kontra Restorative Justice dalam Kasus Narkoba
Penerapan RJ dalam kasus narkoba selalu menjadi perdebatan. Di satu sisi, pendekatan ini dianggap lebih manusiawi bagi pengguna yang bukan pengedar atau bandar, memungkinkan mereka mendapatkan rehabilitasi daripada hukuman pidana.
Namun, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan narkotika untuk menghindari proses hukum. Beberapa warga mempertanyakan kebijakan ini, mengingat sebelumnya ada kasus serupa yang juga diselesaikan dengan RJ.
Seorang warga Pulau Gili Iyang mengkritik keputusan ini, menyebut bahwa terlalu banyak kasus narkoba di Sumenep yang berakhir tanpa hukuman berat, sehingga dapat merusak generasi muda.
Desakan Transparansi dalam Penegakan Hukum
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memang mengatur bahwa pengguna narkoba dapat direhabilitasi, tetapi pendekatan ini harus dilakukan dengan transparansi dan pengawasan ketat.
Sejumlah pihak mendesak Polsek Dungkek dan Polres Sumenep untuk memberikan penjelasan resmi terkait kasus ini agar tidak menimbulkan kecurigaan di masyarakat.
Mereka khawatir bahwa pendekatan RJ justru dijadikan celah oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi.
Kasus Sebelumnya dan Dugaan Penyalahgunaan RJ
Bukan kali pertama Polsek Dungkek menerapkan RJ dalam kasus narkoba. Pada awal Januari 2025, dua warga Desa Jenangger juga diamankan dalam kasus serupa, tetapi akhirnya diserahkan ke rehabilitasi.
Dalam kasus tersebut, muncul dugaan bahwa ada bandar narkoba bernama Riyanto yang berperan besar dalam peredaran narkoba di wilayah Kecamatan Dungkek, Gapura, dan Batang-Batang. Meski namanya sering disebut, polisi dinilai lamban dalam menangkapnya.
Desakan dari DPRD Sumenep
Anggota DPRD Sumenep Dapil VI, H. Masdawi, mengkritik lambatnya penanganan kasus narkoba di wilayahnya. Ia menilai Polres Sumenep kurang transparan dan tidak optimal dalam memberantas jaringan narkotika.
Menurutnya, alasan bahwa bandar besar seperti Riyanto sulit dilacak tidak dapat diterima. Ia mendesak agar kepolisian bekerja lebih serius dan tidak hanya menangani kasus-kasus kecil tanpa menyentuh akar masalahnya.
Tanggapan Polres Sumenep
Plt Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti S, belum dapat memberikan informasi rinci mengenai status Riyanto sebagai DPO. Ia menyatakan masih perlu melakukan pengecekan lebih lanjut mengingat banyaknya kasus yang sedang ditangani.
Kasus ini semakin memanaskan perdebatan soal penerapan RJ dalam kasus narkoba. Masyarakat berharap agar kebijakan ini tidak disalahgunakan dan tetap mengutamakan keadilan serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku peredaran narkotika.***