SUMENEP, MaduraPost – Seorang warga Dusun Pajagalan, Desa Gapura Barat, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, bernama Mojono (40), telah melaporkan dua dugaan tindak pidana pemalsuan keterangan terkait akta jual beli tanah yang diduga dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri bersama beberapa pihak lain.
Laporan tersebut diterima oleh Polres Sumenep pada dua kesempatan terpisah, yakni pada Selasa, 27 Agustus 2024 dan Rabu, 4 September 2024.
Laporan pertama, yang tercatat dengan nomor LP/B/213/VIII/2024/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA JAWA TIMUR, menyebut bahwa Mojono melaporkan adanya dugaan pemalsuan keterangan dalam akta autentik berupa akta jual beli tanah bernomor 1429/2022, tertanggal 15 Desember 2022.
Dalam laporan ini, Mojono menuduh bahwa terlapor Rachmad alias Rahmad, ayah kandungnya, menjual sebidang tanah milik almarhum ibunya, Hj. Azizah, tanpa melibatkan seluruh ahli waris yang sah, termasuk dirinya.
Kronologis kejadian bermula saat Hj. Azizah, yang memiliki tanah berdasarkan sertifikat hak milik Nomor 468/Ds Gresik, meninggal dunia.
Pada tahun 2022, ayah pelapor menikah kembali dengan seorang wanita bernama Sumiati. Pada saat itulah, tanpa sepengetahuan Mojono, Rachmad alias Rahmad menjual tanah tersebut melalui akta jual beli yang diduga tidak sah, karena tidak mencantumkan seluruh ahli waris.
Laporan kedua, yang tercatat dengan nomor LP/B/221/IX/2024/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA JAWA TIMUR, Mojono kembali melaporkan dugaan tindak pidana serupa terkait penjualan tanah yang diduga telah melibatkan beberapa pihak, yaitu Rachmad alias Rahmad, Sumiyati, Molyadli, dan Notaris RB Moh Farid Zahid, S.H., M.M., M.Kn.
Kasus ini juga berkaitan dengan akta jual beli tanah bernomor 1430/2022. Dalam akta tersebut, dinyatakan bahwa tanah tersebut bebas dari sengketa dan masalah hukum lainnya.
Namun, Mojono menegaskan bahwa tanah tersebut masih merupakan harta bersama dan belum dibagi secara sah di antara ahli waris.
Akibat dari dugaan pemalsuan tersebut, Mojono mengaku mengalami kerugian sebesar Rp900 juta.
Ia berharap agar pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan tersebut dan membawa kasus ini ke ranah hukum untuk mendapatkan keadilan.
“Ini perkara yang 4 sertifikat, pelaporannya itu sudah satu bulan berjalan. Ada 3 laporan di Polres Sumenep, dan satunya di Polda. Namun terlapor hingga saat ini belum dipanggil-panggil,” kata Mojono pada wartawan di luar Kantor Kejari Sumenep, Kamis (3/10).
Pihak kepolisian Sumenep telah menerima laporan ini dan menyatakan bahwa kasus tersebut masih dalam penyelidikan.
Usut punya usut, Mojono yang melaporkan kasus tersebut malah dilaporkan balik atas dugaan pecurian garam oleh Rachmad alias Rahmad.
Parahnya, laporan Rachmad alias Rahmad langsung masuk ke tingkat sidik atau penyidikan. Padahal, kata Mojono, bukti dan saksi yang dimasukkan tidaklah kuat.
Diketahui, Mojono adalah anak asli Rachmad alias Rahmad dari istri pertama. Artinya, kasus ini masih ada dalam lingkaran keluarga yang bersengketa.
“Saya juga dituduh mencuri garam. Padahal punya sendiri kok dibilang mencuri, tidak terima saya. Itu warisan dari ibu saya,” ujar Mojono.
Pihaknya juga mengungkapkan, bahwa lahan yang bersengketa tersebut sekitar 22 hektare, namun di dalam sertifikat tercatat 21 hektare.
“Bapak itu jual tanah, yang tanda tangan istri baru, tidak melampirkan ahli waris. Tanah tersebut aslinya adalah milik mbah saya (H. Muzakib, red). Di mana, (H. Muzakib, red) ini adalah orang tua dari ibu saya, almarhum,” tegas Mojono.
“Saat ini, tanah itu dikuasai oleh bapak saya dan istri barunya. Padahal, harta peninggalan dari ibu saya,” timpalnya leboh lanjut.
Sayangnya, hingga berita ini diterbitkan, Kasubbag Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, belum bisa dimintai keterangan terkait kasus tersebut.
Sebab, saat dilakukan upaya konfirmasi melalui sambungan teleponnya oleh media ini tidak diangkat, meski nada tunggu teleponnya berdering.
Begitu pun Kepala Kejari Sumenep, Sigit Waseso, yang belum memberikan keterangan lebih lanjut tentang tindak lanjut kasus ini.***