SUMENEP, MaduraPost – Riyanto, bandar narkoba yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), hingga kini belum berhasil ditangkap oleh Polres Sumenep.
Alih-alih mengakui kendala internal, Plt Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti S, justru menyoroti pemberitaan media sebagai penghambat proses penyelidikan.
“Kamu ini kayak lebih dari penyidik. Kalau ditulis terus sih, kalau diberitakan terus, larinya tambah jauh. Tolong lah, ini teman-teman sedang bekerja keras,” ujar Widiarti kepada wartawan MaduraPost, saat dikonfirmasi melalui via WhatsApp, Selasa (28/1) siang.
Pernyataan ini memunculkan kritik, terutama karena media memiliki hak untuk menyampaikan informasi kepada publik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Selain itu, Pasal 6 menegaskan bahwa fungsi pers adalah memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, termasuk perkembangan kasus kriminal seperti narkoba.
Meski begitu, Widiarti menilai pemberitaan yang intens dapat mempersulit polisi dalam menangkap Riyanto.
Ia menyebut para pelaku sudah memanfaatkan teknologi, seperti Android, untuk memantau media sosial.
“Kalau media terus up-up beritanya, Riyanto ini tambah jauh jadi TO. Kita ini nggak tidur loh. Tolong kerjasamanya,” tambahnya.
Pernyataan Widiarti yang menyebut media sebagai pihak yang “merusak penyelidikan” seolah cenderung dan bertentangan dengan kebebasan pers.
Dalam konteks UU Pers, hal ini dapat dianggap sebagai bentuk pembatasan terhadap kebebasan pers yang seharusnya dilindungi.
Hingga kini, Riyanto masih bebas berkeliaran, sementara polisi belum memberikan informasi signifikan terkait upaya penangkapannya meski Riyanto sudah masuk dalam DPO. Widiarti juga belum bisa menyebutkan kapan Riyanto ditetapkan sebagai DPO.
“Sek masih mau aku cek, kan banyak kasus yang ditangani Polres Sumenep. Ruet kalau dicari satu-satu, nanti kita cek lagi,” katanya.
Sebelumnya, H. Masdawi, anggota Komisi III DPRD Sumenep mewakili Dapil VI, yang meliputi Kecamatan Batang-batang, Dungkek, dan Gapura.
Masdawi menilai, bahwa penanganan kasus narkoba di Kecamatan Dungkek masih sangat terbatas dan tidak optimal.
Ia menyebutkan, bahwa meskipun ada penangkapan yang dilakukan, masih banyak bandar narkoba yang berkeliaran di wilayah tersebut.
“Kasus bandar narkoba di Kecamatan Dungkek hanya sebagian kecil saja. Polres lamban sekali menanganinya,” ujar Masdawi, saat dikonfirmasi MaduraPost, Selasa (28/1) siang.
Ia juga mempertanyakan mengapa hanya beberapa kasus narkoba yang dirilis oleh Polres Sumenep, sementara kasus lainnya, termasuk yang melibatkan Riyanto, tidak terungkap secara menyeluruh.
“Tiga orang berpesta narkoba, tapi satu hilang. Kenapa bandarnya sulit ditangkap?,” tambah Masdawi.
Masdawi menekankan, Polres Sumenep harus lebih serius dalam menangani kasus narkoba dan tidak hanya menangani kasus-kasus kecil.***